fakta wahabi
Ini adalah jawaban dari Ustadz Muhammad Idrus Ramli yang dimuat dilaman Fanspage Facebook Ustadz Muhammad Idrus Ramli terhadap tulisan Abul Jauzaa' Al Wahhabi di Blognya.

Untuk Melihat Jawaban Ustadz Idrus Ramli kepada Abul Jauzaa' yang lalu silahkan klik ini :

Ustadz Idrus Ramli Menjawab Abul Jauzaa' - Kami Penyembah Kuburan atau Wahabi Pengagum Abu Jahal dan Abu Lahab ?

Ustadz Idrus Ramli Menjawab Abul Jauzaa' Mengenai Atsar Istighatsah Dari Kaum Salaf

Ustadz Idrus Ramli Menjawab Kebohongan Ilmiah Abul Jauzaa' Al Wahhabi Tentang Atsar Ibnu Umar RA

Berikut ini mari kita simak catatan lengkap Ustadz Idrus Ramli Menjawab Menjawab Abul Jauzaa' Tentang Keshahihan Atsar Ibnu Umar.

JAWABAN ATAS KENGEYELAN ABUL JAUZAA’ (WAHABI MAJHUL dan MUDALLIS), TENTANG KESHAHIHAN ATSAR IBNU UMAR

Setelah saya menulis penjelasan yang cukup luas tentang keshahihan atsar Ibnu Umar, sepertinya kaum Wahabi merasa terpukul dengan tulisan tersebut, karena isinya membongkar skandal kebohongan Ibnu Taimiyah, orang pertama yang melarang istighatsah. Ternyata Abul Jauzaa’ berusaha melemahkan atsar tersebut dengan ngeyel dan menghindar dari kaedah ilmu hadits yang saya jelaskan. Dan sepertinya dari tulisan terbarunya, Abul Jauzaa’ mengakui kebenaran masukan kami, bahwa atsar Ibnu Umar, tidak bisa dikatakan idhthirab dan nakarah, akibat dari membela kebohongan si narapidana Syaikh Ibnu Taimiyah. Dan sepertinya Abul Jauzaa’, masih baru mempelajari ilmu mushthalah hadits. Ia mempelajari ilmu mushthalah hadits, hanya untuk membela ajaran Wahabi, bukan untuk mengikuti ajaran ahli hadits, yang memang mayoritas mereka Ahlussunnah Wal-Jama’ah.

Dengan mengamati tulisan terbaru Abul Jauzaa’ (entah nama aslinya siapa, sepertinya dia termasuk ustadz wahabi yang majhul dan juwaihil), alasan melemahkan atsar Ibnu Umar tersebut, karena factor tadlis nya Abu Ishaq al-Sabi’i, pada thabaqah ketiga. Berikut akan saya ajarkan ilmu mushthalah hadits dan penerapan ahli hadits dalam menolak dan menerima riwayatnya perawi yang dianggap mudallis selevel Abu Ishaq al-Sabi’i. Semoga Abul Jauzaa’ dan kaum Wahabi yang menjadi pengagumnya bertaubat, dari ajaran sesat dan bohong Ibnu Taimiyah.

‘AN-‘ANAH NYA ABU ISHAQ AL-SABI’I, TIDAK MEMPENGARUHI KESHAHIHAN ATSAR IBNU UMAR radhiyallahu ‘anhuma

Abu Ishaq al-Sabi’i, nama aslinya ‘Amr bin Abdullah al-Kufi –rahimahullaah-, diserupakan dengan al-Zuhri dalam banyaknya hadits yang diriwayatkannya. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh al-Imam Abu Hatim al-Razi. Oleh karena itu, dalam menyikapi riwayat Abu Ishaq al-Sabi’i, kita harus banyak meneliti dan mengambil inspirasi dari penjelasan para ulama (bukan juhala’), dalam hal menerima atau menolak riwayat nya yang mu’an’nan.

Al-Hafizh Ibnu Hajar telah memasukkan Abu Ishaq al-Sabi’i dalam perawi mudallis thabaqah (level) ketiga dengan nomor urut 91. Perawi mudallis pada level ketiga tersebut, dalam penjelasan al-Hafizh Ibnu Hajar adalah para perawi yang banyak melakukan tadlis, sehingga para imam tidak berhujjah dengan hadits-hadits mereka kecuali yang dijelaskan bahwa mereka mendengarnya dari guru yang disebutkannya. Sebagian ulama ada yang menolak riwayat mereka secara mutlak. Dan sebagian ada yang menerima seperti Abu al-Zubari al-Makki.

Berdasarkan kutipan dari al-Hafizh Ibnu Hajar tersebut, menjadi jelas, bahwa para ulama berselisih pendapat tentang para perawi mudallis level ketiga, menjadi tiga pendapat;
1) Menolak hadits mereka, kecuali apabila mereka menjelaskan bahwa mereka mendengarnya dari gurunya
2) Menolak hadits mereka secara mutlak.
3) Menerima hadits mereka

Terkait dengan Abu Ishaq al-Sabi’i, mustahil apabila kita menerima pendapat kedua di atas, yaitu menolak haditsnya secara mutlak. Sedangkan pendapat pertama, yang menerima haditsnya dengan syarat ada penjelasan bahwa ia mendengar riwayatnya dari guru yang disebutkannya, benar-benar bertentangan dengan sikap para imam ahli hadits yang menerima riwayat Abu Ishaq al-Sabi’i, meskipun diriwayatkan secara mu’an’an, padahal beliau mudallis level ketiga.

Imam al-Bukhari dan Muslim dalam kitab Shahih-nya banyak meriwayatkan riwayat-riwayat para mudallis seperti Qatadah dan Abu Ishaq, dari orang-orang yang tidak diketahui lama menjadi guru mereka (secara mu’an’an). Demikian pula para ulama penulis kitab-kitab Shahih, selain al-Bukhari dan Muslim. Sebagian imam seperti al-Tirmidzi dan lainnya, juga men-shahihkan hadits-hadits seperti Qatadah dan Abu Ishaq al-Sabi’i.

Mari kita mencoba melihat pernyataan al-Hafizh Ibnu Hajar dalam ilmu mushthalah hadits yang ditulisnya, yaitu an-Nukat ‘ala Muqaddimah Ibn al-Shalah (juz 2 hal. 636) sebagai berikut:

وفي أسئلة الإمام تقي الدين السبكي رحمه الله للحافظ ابي الحجاج المزي: : وسألته عن ما وقع في الصحيحين من حديث المدلس معنعناً هل نقول : إنهما اطلعا على اتصالها ؟ .فقال : كذا يقولون ، وما فيه إلا تحسين الظن بهما ، وإلا ففهيما أحاديث من رواية المدلسين ما توجد من غير تلك الطريق التي في الصحيح ) اهـ .
“Dalam beberapa pertanyaan al-Imam Taqiyyuddin al-Subki rahimahullah kepada al-Hafizh Abu al-Hajjaj al-Mizzi: “Aku bertanya kepada al-Mizzi, tentang apa yang terjadi dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim dari hadis nya perawi mudallis secara mu’an’an, apakah kita berkata, bahwa beliau berdua (al-Bukhari dan Muslim), telah mengetahui ke-ittishalan riwayat-riwayat tersebut?” Beliau menjawa: “Demikianlah perkataan mereka. Itu hanyalah berbaik sangka saja kepada keduanya. Kalau tidak demikian, sebenarnya di dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim terdapat banyak hadits dari riwayat para mudallis, yang tidak ditemukan dari selain jalur yang ada dalam Shahih (al-Bukhari dan Muslim) tersebut.”
Coba Anda perhatikan pernyataan al-Hafizh al-Mizzi di atas, bahwa al-Bukhari dan Muslim men-shahihkan riwayat-riwayat para mudallis secara mu’an’an.

Bahkan ulama Wahabi sendiri, seperti al-Mu’allimi al-Yamani, yang dijuluki sebagai Dzahabiyyu al-‘ashr (al-Dzahabi masa sekarang) olah kaum Wahabi, benar-benar telah menshahih kan mu’an’an nya Abu Ishaq al-Sabi’i.

Pandangan Syaikh al-Mu’allimi al-Yamani tersebut adalah madzhab nya al-Imam al-Hafizh Ya’qub bin Sufyan al-Fasawi yang berkata:

قال يعقوب بن سفيان الفسوي : ( وحديث سفيان - يعني الثوري - ، وأبي إسحاق والأعمش ما لم يعلم أنه مدلس يقوم مقام الحجة ) اهـ ..
“Ya’qub bin Sufyan al-Fasawi berkata: “Hadits nya Sufyan al-Tsauri, Abu Ishaq al-Sabi’i, dan al-A’masy, selama tidak diyakini memang di-tadlis, berposisi sebagai hujjah.”
Dengan demikian jelas sekali, bahwa riwayat Abu Ishaq al-Sabi’i dapat diterima (meskipun mu’an’an) selama tidak diyakini memang di-tadlis. Bahkan penerimaan riwayat Abu Ishaq al-Sabi’i secara mu’an’an juga diakui oleh guru kaum Wahabi, Syaikh al-Mu’allimi al-Yamani.

Penerimaan riwayat perawi mudallis secara mu’an’an, selama tidak diyakini memang riwayat nya telah di-tadlis, juga dipilih oleh Syaikh Nashir bin Hamad al-Fahad, dalam kitabnya yang menarik berjudul Manhaj al-Mutaqaddimin fi al-Tadlis. Syaikh Nashir bin Hamad al-Fahad termasuk salah seorang ulama Wahabi. Kitab Manhaj al-Mutaqaddimin fi al-Tadlis sangat cukup dalam meyakinkan Abul Jauzaa’ dan kaum Wahabi akan keshahihan atsar Ibnu Umar di atas. Saya nasehatkan Anda untuk membacanya. Jadi jelas sekali, bahwa menerima ‘an’anah nya Abu Ishaq al-Sabi’i termasuk pendapat kaum Wahabi juga. Kalau Anda belum punya kitab tersebut, silahkan Anda lihat di Maktabah Syamilah versi Wahabi, atau anda cari di Google.

Perlu Anda ingat, bahwa riwayat Abu Ishaq al-Sabi’i, di atas belum diyakini bahwa beliau melakukan tadlis. Mengapa? Yang pertama, riwayat Syu’bah (walaupun secara mubham), menjadi indikasi bahwa Abu Ishaq memang mendengar secara langsung. Yang kedua, Abdurrahman bin Sa’ad, yang terdapat dalam jalur Sufyan al-Tsauzi dan Zuhair bin Mu’awiyah, juga tidak mengindikasikan atau bukan qarenah bahwa Abu Ishaq al-Sabi’i melakukan tadlis. Bahkan dalam kitab-kitab rijal al-hadits, Abdurrahman bin Sa’ad termasuk guru Abu Ishaq al-Sabi’i. Al-Hafihz Ibnu Hajar berkata dalam Tahdzib al-Tahdzib sebagai berikut:

البخاري في الأدب المفرد عبد الرحمن بن سعد القرشي كوفي .روى عن : مولاه عبد الله بن عمر .وعنه : أبو إسحاق السبيعي ومنصور بن المعتمر وأبو شيبة عبد الرحمن بن إسحاق الكوفي وحماد بن أبي سليمان ذكره بن حبان في الثقات .قلت يعني الحافظ: وقال النسائي ثقة اهـ
“Al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad. Abdurrahman bin Sa’ad al-Qurasyi, dari Kufah. Meriwayatkan dari Maulanya Abdullah bin Umar. Telah meriwayatkan darinya, Abu Ishaq as-Sabi’i, Manshur bin al-Mu’tamar, Abu Syaibah Abdurrahman bin Ishaq al-Kufi dan Hammad bin Abi Sulaiman. Ibnu Hibban telah menyebutnya dalam kitab al-Tsiqat. Aku berkata: an-Nasa’i berkata: ia perawi tsiqah.”
Saya kira tulisan ini cukup untuk menyadarkan Abul Jauzaa’ dan para pentaklid buta nya. Sedangkan komentar Abul Jauzaa’ yang panjang lebar, sengaja tidak saya tanggapi, karena sepertinya pelajaran mushthalah hadits nya belum sampai ke sana. Karenanya ia selalu lari dari pernyataan para ulama yang saya kutip di sana. Wallahu a’lam

Wassalam
Ustadz Muhammad Idrus Ramli

0 komentar:

Post a Comment

 
Top