menjawab wahabi
Sudah tak asing lagi kalimat syirik, musyrik bahkan kafir dengan mudahnya keluar dari lisan kaum yang masyhur dikenal dengan sebutan salafy wahabi. Entah sudah berapa banyak umat islam sejagat ini yang masuk dalam neraka versi wahabi. Jangankan yang awwam, bahkan setingkat Imam Bukhari pun masuk dalam kategori yang masuk kedalam neraka versi wahabi. Na'udzubillah tsumma na'udzubillah.

Memang seperti itulah akhlaq kaum wahabi, terbuai dengan surga yang seakan akan hanya milik golongannya semata. Merasa paling suci dimuka bumi ini hingga berani berani mengkafirkan umat islam diluar golongannya, tapi padahal merekalah yang sebenarnya sesat dan menyesatkan. Sebagai bukti semoga materi yang akan saya bahas berikut ini dapat menjadi pencerahan bagi kita semua.

Ada seorang sahabat yang mengatakan kepada saya bahwa menurut wahabi membaca manaqib Syaikh Abdul Qadir Jailaniy yang umum di masyarakat Indonesia yaitu manaqib Lubabul Ma’aniy adalah syirik, sebab dalam manaqib tersebut terdapat nadzoman yang berbunyi :

عباد الله رجال الله آغيثونا لاجل الله # وكونوا عوننا لله ……..الح

Nadzoman ini dianggap oleh sebagian kalangan sebagai bentuk dari meminta atau berdoa kepada selain Allah yang diancam oleh Allah dalam QS Al Fathir 13-14 yang artinya:
13. Dia memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. yang (berbuat) demikian Itulah Allah Tuhanmu, kepunyaan-Nyalah kerajaan. dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari.

14. jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. dan dihari kiamat mereka akan mengingkari kemusyirikanmu dan tidak ada yang dapat memberi keterangan kepadamu sebagai yang diberikan oleh yang Maha Mengetahui.
Benarkah sangkaan tersebut?. tulisan ringan ini akan berusaha untuk menggali lebih jauh tentang hal itu.

Jika kita mau menelaah lebih jauh bahwa apa yang tertulis dalam manaqib Lubabul Ma’aniy adalah bagian dari Istighotsah kepada Allah melalui makhluknya Allah yang terkasih, jadi orang-orang yang baca manaqib dan melantunkan nadzom tersebut tetap berdoa dan meminta kepada Allah akan tetapi melalui perantara Hamba-hamba Allah yang ghaib. Dan jika paradigma berfikir kita tidak gemar untuk menjustifikasi orang lain dengan sebutan musyrik maka kita tentu akan dapat menemukan bahwa ternyata ulama salafpun melakukan hal ini.

Di dalam kitab Al Masail Imam Ahmad Bin Hanbal, riwayat dari putranya, Abdulloh Bin Ahmad pada masalah nomor 912 halaman 245 cetakan maktabah Al islami Beirut diterangkan

سمعت أبي يقول حججت خمس حجج منها ثنتين (راكبا) وثلاثة ماشيا او ثنتين ماشيا وثلاثة راكبا فضللت الطربق في حجة وكنت ماشبا فجعلت أقول يا عباد الله دلونا علي الطريق فلم أزل أقول ذلك حتي وقعت علي الطريق
"Aku mendengar ayahku (Ahmad Bin Hanbal) berkata, aku pergi haji lima kali, dua kali naik kendaraan dan tiga kali jalan kaki atau dua kali jalan kaki dan tiga kali naik kendaraan, dalam salah satu perjalanan haji aku tersesat sementara aku sedang jalan kaki, maka akupun berkata, Duhai Hamba Allah, tunjukkanlah aku jalan. Dan aku tidak berhenti mengucapkan hal itu sampai aku menemukan jalan."
Lihatlah wahai saudaraku, Imam Ahmad seorang Imam Besar dan panutan ahlus sunnah pun meminta tolong kepada Allah dengan perantara makhluk. Jika orang yang beristighotsah kepada Allah melalui makhluknya disebut musyrik maka Imam Ahmad pun takkan lepas dari tuduhan tersebut, Na’udzubillah min dzalik. Dan mustahil seorang Imam tauhid kenamaan seperti Imam Ahmad melakukan perbuatan syirik.

Sebenarnya dengan satu dalil di atas saja sudah cukup untuk membuka kesadaran kaum wahabi bahwa beristighotsah sebagaimana termaktub dalam manaqib Syaikh Abdul Qodir bukanlah suatu kesyirikan. Akan tetapi bagi sebagian orang wahabi mungkin akan berkata, "Ya Akhiy…….Imam Ahmad bukan Nabi dan tidak ada satu orang pun yang boleh di I’timad ucapannya seratus persen selain Nabi, sebab Imam Ahmad tidak Makshum duhai Akhiy…"

MasyaAllah, Baiklah… berikut ini saya coba paparkan sebuah hadits dari Nabi saw dalam Musnad Bazaar (2/178 Maktabah Syamilah ) yang berbunyi :

حَدَّثنا موسى بن إسحاق ، قال : حَدَّثنا منجاب بن الحارث ، قال : حَدَّثنا حاتم بن إسماعيل عن أسامة بن زيد عن أَبَان بن صالح عن مجاهدعن ابن عباس ، رَضِي الله عنهما ، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : إن لله ملائكة في الأرض سوى الحفظة يكتبون ما سقط من ورق الشجر فإذا أصاب أحدكم عرجة بأرض فلاة فليناد : أعينوا عباد الله.
"Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda sesungguhnya Allah memiliki malaikat di Bumi ini selain malaikat hafadzoh yang mencatat daun-daunan yang rontok, maka tatkala salah satu dari kalian tersesat di gurun, maka panggillah…..tolonglah aku duhai hamba-hamba Allah. (HR. Bazaar)"
Lihat, ternyata Nabi juga mengajarkan kepada kita agar meminta tolong kepada makhluknya. Jika ini syirik kenapa Nabi malah mengajarkannya? Kenapa nabi tidak menyuruh kita agar langsung saja memohon petunjuk pada Allah?. Dengan demikian berarti meminta tolong kepada Allah melalui perantara makhluknya adalah disyariatkan.

Mungkin sebagian orang wahabi lagi berkata, "shahih ngga tuh hadits tersebut akhiiyy…? Atau jangan-jangan malah hadits palsu yang antum bawakan?."

MasyaAllah, Okelah kalau begitu, disini akan saya bawakan komentar para hafidz mu’tamad tentang hadits tersebut. Al hafidz Ibnu Hajjar dalam Syarah Ibnu ‘Alan (5/151) mengatakan hadza haditsun hasanul isnad (ini hadits sanadnya hasan). Al hafidz Al haitsami dalam Majma’ zawaid (4/401) mengatakan rijaaluhu tsiqoot (rijalnya semua tsiqqoh). Dan bahkan Syaikh Al Albani juga mengakui bahwa sanadnya hasan dalam Adhdhoifah 2/223, hanya saja beliau lebih cenderung mengatakan bahwa hadits ini adalah mauquf pada Ibnu Abbas, dengan mengambil keterangan dalam asysyu’ab karya Imam Baihaqi. Bagi penulis yang bodoh ini, bagaimana mungkin seorang syaikh sekaliber al albani dengan begitu saja mencampakkan riwayat Bazaar dan Thabrani yang meriwayatkan hadits ini secara marfu’ dan mengambil riwayat baihaqiy yang mauquf tanpa alas an yang jelas?. Padahal para huffadz diantaranya Bazaar dalam Musnadnya, Thabraniy dalam Mu’jamnya, Al haitsami dalam majma’nya serta Ibnu Hajjar dalam Syarah Ibnu ‘alan dengan jelas menukil hadits ini secara marfu’?.

Lebih aneh lagi, saat al-albani mengatakan bahwa hadits mauquf ini tidak bisa dihukumi marfu’ sebab terdapat kemungkinan bahwa Ibnu Abbas mendengarkan riwayat ini dari Ahlul kitab. Lalu apakah kemungkinan tersebut masuk akal, sahabat mulia seperti Ibnu Abbas mengambil riwayat syirik dari ahli kitab lalu menyebarkannya kepada seluruh ummat bahkan seorang Imam Besar semisal Imam Ahmad pun turut menerima dan mengamalkannya?. Sungguh sebuah ihtimal yang aneh.

Oleh sebab itulah karena hadits Riwayat Bazaar tersebut hasan dan marfu, maka meminta tolong kepada Allah melalui perantara makhluknya adalah boleh bukan sebuah kesyirikan. Dan membaca ibaadallah rijaalallah dalam manaqib pun halal dan boleh.

Selamat membaca manaqib yah…….. ^_^

Wallahu a’lam.

Wassalam

Aliy Faizal

0 komentar:

Post a Comment

 
Top