Madzhab Syafi’i berpendapat bahwa shalat Jum’at tidak boleh didirikan kecuali dalam satu masjid dan tidak boleh lebih dari satu tempat dalam satu desa. Alasannya adalah bahwa sejak jaman Rasulullah SAW, Khulafa’ur Rasyidin, dan Tabi’in tidak terjadi dalam satu daerah didirikan shalat Jum’at lebih dari satu. Meskipun ada banyak masjid namun masjid-masjid tersebut hanya digunakan untuk tempat melaksanakan shalat 5 waktu secara berjamaah, sebagaimana disebutkan dalam hadits Aisyah :
كَانَ النَّاسُ يَنْتَابُونَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ مِنْ مَنَازِلِهِمْ وَالْعَوَالِيِّ
“Pada hari Jum’at orang-orang berdatangan dari tempat tinggal-tempat tinggal mereka dan dari tempat-tempat tinggi” [Shahih Al Bukhari, nomor 851]
Hadits ini digunakan dalil oleh Imam Syafi’i yang tidak memperbolehkan mendirikan shalat Jum’at lebih dari satu dalam satu daerah. Apabila lebih maka yang melaksanakan shalat lebih awal itulah yang sah. Sedangkan yang bukan pertama tidak dianggap sebagai shalat Jum’at dan mereka harus mengulang dngan melaksanakan shalat Dzuhur. [Al Umm; juz 1, hal. 192]
Tujuan pelarangan mendirikan shalat Jum’at lebih satu tempat adalah demi menampakan syi’ar Islam, persatuan dan ukhuwah Islamiyah.
Meskipun demikian, pelarangan di atas tidak bersifat mutlak. Saat muncul kemashalahatan sosial, misalnya sulitnya mempertukan semua jama’ah dalam satu masjid, baik karena sempitnya masjid yang tidak lagi mampu menampung seluruh jamaah, jauhnya tempat tinggal, maupun karena perbedaan pendapat yang sangat tajam sehingga sulit diuraikan. Dalam keadaaan seperti tersebut boleh mendirikan lebih dari satu shalat Jum’at sesuai dengan jumah yang diperlukan. Sewaktu Imam Syafi’i memasuki kota Baghdad, beliau menyaksikan warga Baghdad mendirikan 2 shalat Jum’at. Bahkan ada yang meriwayatkan 3. Beliau tidak menentang hal tersebut. Banyak ulama menilai itu tejadi karena sulitnya para jamaah berkumpul. [Nihayah al Muhtaj, juz 2. Hal 289]
Wallahu a’lam bisshowab
0 komentar:
Post a Comment