Al-Imam al-Mujtahid Abu Hanifah an-Nu’man ibnTsabit al-Kufi (w 150 H), al-Imâm agung perintis madzhab Hanafi, dalam salah satu karyanya berjudul al-Fiqh al-Absath menuliskan bahwa orang yang berkeyakinan Allah berada di langit telah menjadi kafir, beliau menuliskan sebagai berikut:
"من قال لا أعرفربي في السماء أو في الأرض فقد كفر، وكذا من قال إنه على العرش، ولا أدري العرشأفي السماء أو في الأرض"
“Barangsiapa berkata: “Saya tidak tahu Tuhanku (Allah) apakah ia berada di langit atau berada di bumi?!”, maka orang ini telah menjadi kafir. Demikian pula telah menjadi kafir orang yang berkata: “Allah berada di atas arsy, dan saya tidak tahu apakah arsy berada di langit atau berada di bumi?!” [al-Fiqhal-Absath, h. 12 (Lihat dalam kumpulan risalah al-Imâm Abu Hanifah yang di-tahqîq oleh al-Muhaddits Muhammad Zahid al-Kautsari)].
Pernyataan al-Imâm Abu Hanifah di atas lalu dijelaskan oleh al-Imâm asy-Syaikh al-‘Izz ibn Abdis salam (w 660 H) dalam karyanya berjudul Hall ar-Rumûz sekaligus disepakatinya bahwa orang yang berkata demikian itu telah menjadi kafir, adalah karena orang tersebut telah menetapkan tempat bagi Allah. Al-Imâm al-Izzibn Abdis salam menuliskan:
Pernyataan al-Imâm Abu Hanifah di atas lalu dijelaskan oleh al-Imâm asy-Syaikh al-‘Izz ibn Abdis salam (w 660 H) dalam karyanya berjudul Hall ar-Rumûz sekaligus disepakatinya bahwa orang yang berkata demikian itu telah menjadi kafir, adalah karena orang tersebut telah menetapkan tempat bagi Allah. Al-Imâm al-Izzibn Abdis salam menuliskan:
"لأن هذا القوليوهم أن للحق مكانًا، ومن توهم أن للحق مكانًا فهو مُشَبِّه"
“Hal itu menjadikan dia kafir karena perkataan demikian memberikan pemahaman bahwa Allah memiliki tempat, dan barangsiapa berkeyakinan bahwa Allah memiliki tempat maka dia adalah seorang Musyabbih (Seorang kafir yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya)” [Dikutip oleh asy-Syaikh Mulla Ali al-Qari dalam kitab Syarh al-Fiqhal-Akbar, h. 198].
Pemahaman pernyataan al-Imâm Abu Hanifah di atas sebagaimana telah dijelaskan oleh al-Imâm al-Izz ibn Abdis salam telah dikutip pula oleh asy-Syaikh Mulla Ali al-Qari’ (w 1014H) dalam karyanya Syarh al-Fiqh al-Akbar sekaligus disetujuinya.Tentang hal ini beliau menuliskan sebagai berikut:
Pemahaman pernyataan al-Imâm Abu Hanifah di atas sebagaimana telah dijelaskan oleh al-Imâm al-Izz ibn Abdis salam telah dikutip pula oleh asy-Syaikh Mulla Ali al-Qari’ (w 1014H) dalam karyanya Syarh al-Fiqh al-Akbar sekaligus disetujuinya.Tentang hal ini beliau menuliskan sebagai berikut:
"ولا شك أن ابنعبد السلام من أجلّ العلماء وأوثقهم، فيجب الاعتماد على نقله"
“Tidak diragukan lagi kebenaran apa yang telah dinyatakan oleh al-Izz Ibn Abdis salam (dalam memahami maksud perkataan al-Imâm Abu Hanifah), beliau adalah ulama terkemuka dan sangat terpercaya. Dengan demikian wajib berpegang teguh dengan apa yang telah beliau nyatakan ini” [Syarh al-Fiqh al-Akbar, h. 198].
Pernyataan al-Imâm Abu Hanifah di atas seringkali disalah pahami oleh kaum Wahhabiyyah untuk menetapkan keyakinan mereka bahwa Allah bersemayam di atas arsy. Mereka berkata bahwa al-Imâm Abu Hanifah telah sangat jelas menetapkan bahwa Allah bertempat di atas arsy. Sandaran mereka dalam pemahaman yang tidak benar ini adalah Ibn al-Qayyim al-Jawziyyah; murid Ibn Taimiyah. Ibn al-Qayyim mencari-cari siapa di antara ulama Salaf yang menetapkan akidah tasybîh untuk menguatkan akidahnya sendiri dan akidah gurunya; Ibn Taimiyah, tapi ternyata ia tidak mendapatkan siapapun kecuali pernyataan beberapa orang yang telah disepakati oleh para ulama Salaf sendiri sebagai orang-orang yang sesat. Lalu Ibn al-Qayyim mendapatkan perkataan al-Imâm Abu Hanifah di atas, dan kemudian ia “pelintir” pemahamannya agar sejalan dengan akidah tasybîh-nya, dengan demikian ia dapat berpropaganda bahwa akidah sesatnya adalah akidah yang telah diyakini para ulama Salaf.
0 komentar:
Post a Comment