Asy-Syaikh al-‘Allâmah Mas’ud ibn Umarat-Taftazani (w 791 H) dalam syarh beliau terhadap risalah al-‘Aqîdahan-Nasafiyyah menegaskan bahwa Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah,beliau menuliskan sebagai berikut:
"وأماالدليل على عدم التحيز فهو أنه لو تحيز فإما في الأزل فيلزم قدم الحيز، أو لافيكون محلاًّ للحوادث، وأيضّا إمّا أن يساوي الحيز أو ينقص عنه فيكون متناهيا، أويزيد عليه فيكون متجزئا، وإذا لم يكن في مكان لم يكن في جهة. لا علو ولا سفل ولاغيرهما"
“Argumen atas bahwa Allah ada tanpa tempat adalah karena jika Dia memiliki tempat maka berarti tempat tersebut adalah azali (tanpa permulaan) bersama Allah, -dengan demikian berarti ada dua yang azali-. Atau kalau tempat tersebut sesuatu yang tidak azaliy (baharu; makhluk) maka berarti dia adalah sebagai wadah bagi segala sesuatu yang baharu pula, dan bila demikian sama saja dengan mengatakan bahwa Allah makhluk (baharu). Kemudian dari pada itu, jika Allah bertempat maka tidak terlepas dari bahwa ada-Nya sama besar dengan tempat itu sendiri atau lebih kecil. Dan bila lebih kecil maka berarti Dia memiliki bentuk dan penghabisan. Kemudian jika Dia lebih besar dari tempat itu sendiri maka berarti Dia adalah benda dan bentuk yang terbagi-bagi. Dengan demikian maka berarti Dia ada tanpa tempat dan tanpa arah, bukan berada di arah atas juga bukan berarti di arah bawah, atau arah lainnya” [Syarh al-‘Aqîdahan-Nasafiyyah, h. 72].
0 komentar:
Post a Comment