fakta wahabi
Al-Imam al-Hafizh Abu Bakr Ahmad ibnal-Husain al-Bayhaqi (w 458 H) dalam kitab as-Sunan al-Kubra menuliskan sebagai berikut:

"والذي روي في ءاخر هذا الحديث [أي حديث:"والذي نفسُ محمد بيده لو أنكم دليتم أحدكم بحبل إلى الأرض السابعة لهبط علىالله تبارك وتعالى" وهو حديث ضعيف] إشارة إلى نفي المكان عن الله تعالى، وأنالعبد أينما كان فهو في القرب والبعد من الله تعالى سواء، وأنه الظاهر فيصح إدراكهبالأدلة، الباطن فلا يصح إدراكه بالكون في مكان. واستدل بعض أصحابنا في نفي المكانعنه بقول النبي صلى الله عليه وسلم: "أنت الظاهر فليس فوقك شىء، وأنت الباطنفليس دونك شىء"، وإذا لم يكن فوقه شىء ولا دونه شىء لم يكن في مكان"

“Dan apa yang diriwayatkan dalam akhir hadits ini [Walladzi Nafs Muhammad...] merupakan isyarat kepada peniadaan tempat bagi Allah, dan sesungguhnya para hamba pada dekat dan jauhnya bagi Allah sama saja, Dia Allah az-Zhâhir; artinya bahwa adanya Allah dapat diketahui dengan adanya bukti-bukti, dan Dia Allah al-Bâthin; artinya bahwa Allah tidak benar dapat diraih dengan menetapkan tempat bagi-Nya. Sebagian sahabat kami dalam meniadakan tempat dari Allah mengambil dalil dengan sabda Rasulullah: “Engkau Ya Allah az-Zhâhir tidak ada sesuatu apapun di atas-Mu, dan Engkau Ya Allah al-Bâthin yang tidak ada sesuatu apapun di bawah-Mu”, ketika disebutkan bahwa tidak ada sesuatu apapun di atas-Nya dan tidak ada sesuatu apapun di bawah-Nya itu artinya bahwa Allah ada tanpa tempat” [Al-Asma’Wa ash-Shifat, h. 400].

al-Imâm al-Hâfizh Abu Bakr Ahmad ibnal-Husain al-Bayhaqi juga berkata:

"أخبرناأبو عبد الله الحافظ، قال: سمعت أبا محمد أحمد بن عبد الله المزني يقول: حديثالنزول قد ثبت عن رسول الله (صلى الله عليه و سلّم) من وجوه صحيحة وورد في التنزيل ما يصدقه وهو(وَجَاء رَبُّكَ وَالْمَلَكُ صَفّاً صَفّاً)(الفجر/22) والنزول والمجيء صفتانمنفيتان عن الله تعالى من طريق الحركة والانتقال من حال إلى حال, بل هما صفتان منصفات الله تعالى بلا تشبيه، جل الله تعالى عما تقول المعطلة لصفاته والمشبهة بهاعلوا كبيرا. قلت: وكان أبو سليمان الخطابي رحمه الله يقول: إنما ينكر هذا وماأشبهه من الحديث من يقيس الأمور في ذلك بما يشاهده من النزول الذي هو تدلٍّ منأعلى إلى أسفل وانتقال من فوق إلى تحت وهذه صفة الأجسام والأشباح، فأما نزول من لاتستولي عليه صفات الأجسام فإن هذه المعاني غير متوهمة فيه وإنما هو خبر عن قدرتهورأفته بعباده وعطفه عليهم واستجابته دعاءهم ومغفرته لهم يفعل ما يشاء لا يتوجهعلى صفاته كيفية ولا على أفعاله كمية سبحانه ليس كمثله شىء وهو السميعالبصير"

“Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Abdillah al-Hâfizh,berkata: Aku telah mendengar Abu Muhammad Ahmad ibn Abdullah al-Muzani berkata: Hadîts an-Nuzûl benar adanya dari Rasulullah dari berbagai segi periwayatan yang shahih. Dan dalam al-Qur’an terdapat firman Allah yang sejalan dengan Hadîts an-Nuzûl tersebut, yaitu firman-Nya:

وَجَآءَ رَبُّكَوَالْمَلَكُ صَـفًّا صَـفًّا (الفجر: 22)

makna an-Nuzûl dan al-Majî’ dalam hal ini bukan dalam pengertian bergerak atau pindah dari satu keadaan kepada keadaan lain. Tetapi an-Nuzûldan al-Majî’ di sini adalah sifat dari sifat-sifat Allah yang tidak ada keserupaan baginya. Allah Maha Suci dari keyakinan kaum Mu’aththilah; mereka yang menafikan sifat-sifat Allah, juga Allah Maha Suci dari keyakinan kaum Musyabbihah; mereka yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya.

Aku (al-Bayhaqi) katakan: Abu Sulaiman al-Khathabi berkata: "Sesungguhnya yang diingkari dari kesesatan keyakinan tasybîh pada hadits di atas dan beberapa teks lainnya adalah karena mereka menyamakan makna-makna teks tersebut dengan sifat-sifat yang nampak dihadapan pandangan mereka dari sifat-sifat makhluk. Karenanya mereka mengartikan an-Nuzûl dengan turun dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah, atau berpindah dari ke atas ke bawah, padahal ini adalah dari sifat-sifat benda dan tubuh. Adapun makna an-Nuzûl pada Yang bukan benda (Allah) maka jelas bukan dalam pengertian sifat-sifat benda, maknanya tidak seperti apa yang diprakirakan dalam pikiran. Tapi yang dimaksud dengan makna an-Nuzûl ini adalah dalam pengertian pemberitaan tentang keagungannya, tentang kasih sayang-Nya terhadap hamba-hamba-Nya, dan bahwa Allah mengabulkan segala doa hamba-Nya serta mengampuni mereka seperti apa yang Dia kehendakinya. Sifat Allah bukanlah merupakan sifat-sifat benda, sifat Allah tidak memiliki keterbatasan. Allah tidak menyerupai suatu apapun dari makhluk-Nya. Dia Maha Mendengar dan Maha Melihat” [as-Sunanal-Kubrâ, j. 3, h. 3].

Dalam kitab karyanya yang lain berjudul al-Asmâ’ Wa ash-Shifât, al-Imâm al-Bayhaqi menuliskan sebagai berikut:

"قالأبو سليمان الخطابي: وليس معنى قول المسلمين: إن الله استوى على العرش هو أنه مماسله أو متمكن فيه أو متحيز في جهة من جهاته، لكنه بائن من جميع خلقه، هـانما هو خبرجاء به التوقيف فقلنا به ونفينا عنه التكييف، إذ _ليس كمثله شيء"

“Abu Sulaiman al-Khaththabi berkata: Sesungguhnya perkataan orang-orang Islam “Allâh Istawâ ‘Alâ al-‘Arsy” bukan dalam pengertian bahwa Allah menempel atau bersemayam di sana, atau bahwa Allah berada di arah atas. Sesungguhnya Allah tidak menyerupai makhluk-Nya. Dan sesungguhnya istawâ yang datang dalam al-Qur’an tentang sifat Allah adalah berita yang tidak perlu diperdebatkan, namun demikian kita harus menafikan makna sifat-sifat benda dari sifat Allah tersebut, karena seperti yang telah di firmankannya: “Dia Allah tidak menyerupai segala apapun, Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (QS.As-Syura: 11) [al-Asmâ’Wa ash-Shifât, h. 396-397]. 

0 komentar:

Post a Comment

 
Top