fakta wahabi
Bagian 8 - Khiyanah Ilmiyyah Dan Berbagai Strategi Licik Kaum Wahhabi

[8] - Mereka mencatut Nama Para Ulama Tarekat [Padahal kita tahu persis orang Wahhabi sangat memusuhi tarekat dan menganggap tarekat sufi sebagai roh Yahudi dan Majusi dan harus diperangi sebelum memerangi orang-orang Yahudi seperti ditegaskan oleh Muhammad Hamid al Faqqi dan dikutip oleh Ali ibn Muhammad ibn Sinan, pengajar di Masjid Nabawi, dalam bukunya “al Majmu’ al Mufid min ‘Aqidah at-Tauhid”, hal. 55. Namun ketika mereka membutuhkan, mereka membawa-bawa nama para tokoh tarekat secara dusta bahwa akidah para ulama tarekat tersebut seperti Syekh Abdul Qadir al Jilani adalah akidah tasybih seperti halnya kaum Wahhabi.]

Orang-orang Wahhabi dengan gencar mempropagandakan bahwa Syekh Abdul Qadir al Jailani berakidah Tasybih seperti mereka berdasarkan kitab al Ghun-yah yang dinisbatkan kepadanya, padahal banyak sisipan-sisipan palsu dalam kitab tersebut seperti perkataan bahwa Allah di langit, bahwa huruf abjad adalah azali dan lainnya. Syekh Ibnu Hajar al Haytami menjelaskan tentang akidah Imam Ahmad ibn Hanbal dan adanya sisipan-sisipan palsu dalam kitab al Ghun-yah sebagai berikut: [Ibnu Hajar al Haytami, al Fatawa al Haditsiyyah, hal.144-145.]

عَقِيْدَةُ إِمَامِ السُّـنَّةِ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ –رَضِيَ اللهُ عَنْهُ وَأَرْضَاهُ وَجَعَلَ جِنَانَ الْمَعَارِفِ مُتَـقَلَّبَهُ وَمَأْوَاهُ وَأَفَاضَ عَلَيْنَا وَعَلَيْهِ مِنْ سَوَابِغِ امْتِـنَانِهِ وَبَوَّأَهُ الفِرْدَوْسَ الأَعْلَى مِنْ جِنَانِهِ- مُوَافِقَةٌ لِعَقِيْدَةِ أَهْلِ السُّـنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ مِنَ الْمُبَالَغَةِ التّآمَّةِ فِي تَنْـزِيْهِ اللهِ تَعَالَى عَمَّا يَقُوْلُ الظَّالِمُوْنَ وَالْجَاحِدُوْنَ عُلُوًّا كَبِيْرًا مِنَ الْجِهَةِ وَالْجِسْمِيَّةِ وَغَيْرِهِمَا مِنْ سَائِرِ سِمَاتِ النَّقْصِ بَلْ وَعَنْ كُلِّ وَصْفٍ لَيْسَ فِيْهِ كَمَالٌ مُطْلَقٌ، وَمَا اشْتَهَرَ بَيْنَ جَهَلَةِ الْمَنْسُوْبِيْنَ إِلَى هذَا الإِمَامِ الأَعْظَمِ الْمُجْتَهِدِ مِنْ أَنَّـهُ قَائِلٌ بِشَىْءٍ مِنَ الْجِهَةِ أَوْ نَحْوِهَا فَكَذِبٌ وَبُهْتَانٌ وَافْتِرَاءٌ عَلَيْهِ فَلَعَنَ اللهُ مَنْ نَسَبَ ذلِكَ إِلَيْهِ أَوْ رَمَاهُ بِشَىْءٍ مِنْ هذِهِ الْمَثَالِب الَّتِيْ بَـرَّأَهُ اللهُ مِنْهَا، وَقَدْ بَيَّنَ الْحَافِظُ الْحُجَّةُ القُدْوَةُ الإِمَامُ أَبُوْ الفَرَجِ بْنُ الْجَوْزِيِّ مِنْ أَئِمَّةِ مَذْهَبِهِ الْمُبَرَّئِيْنَ مِنْ هذِهِ الوَصْمَةِ القَبِيْحَةِ الشَّنِيْعَةِ أَنَّ كُلَّ مَا نُسِبَ إِلَيْهِ مِنْ ذلِكَ كَذِبٌ عَلَيْهِ وَافْتِرَاءٌ وَبُهْتَانٌ وَإِنَّ نُصُوْصَهُ صَرِيْحَةٌ فِي بُطْلاَنِ ذلِكَ وَتَنْـزِيْهِ اللهِ تَعَالَى عَنْهُ، فَاعْلَمْ ذلِكَ فَإِنَّهُ مُهِمٌّ، وَإِيَّاكَ أَنْ تُصْغِيَ إِلَى مَا فِي كُتُبِ ابْنِ تَيْمِيَةَ وَتِلْمِيْذِهِ ابْنِ قَيِّمِ الْجَوْزِيَّـةِ وَغَيْرِهِمَا مِمَّنْ اتَّخَذَ إِلـهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيْهِ مِنْ بَعْدِ اللهِ، وَكَيْفَ تَجَاوَزَ هؤلاَءِ الْمُلْحِدُوْنَ الْحُدُوْدَ وَتَعَدَّوْا الرُّسُوْمَ وَخَرَقُوْا سِيَاجَ الشَّرِيْعَةِ وَالْحَقِيْقَةِ فَظَنُّوْا بِذلِكَ أَنَّهُمْ عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ وَلَيْسُوْا كَذلِكَ بَلْ هُمْ عَلَى أَسْـوَأِ الضَّلاَلِ وَأَقْبَحِ الْخِصَالِ وَأَبْلَغِ الْمَقْتِ وَالْخُسْرَانِ وَأَنْهَى الكَذِبِ وَالبُهْتَانِ فَخَذَلَ اللهُ مُتَّبِعَهُمْ وَطَهَّرَ الأَرْضَ مِنْ أَمْثَالِهِمْ، وَإِيَّاكَ أَنْ تَغْـتَرَّ أَيْضًا بِمَا وَقَعَ فِي الغُـنْيَةِ لإِمَامِ العَارِفِيْنَ وَقُطْبِ الإِسْلاَمِ وَالْمُسْلِمِيْنَ الأُسْتَاذِ عَبْدِ القَادِرِ الْجِيْلاَنِيِّ فَإِنَّـهُ دَسَّـهُ عَلَيْهِ فِيْهَا مَنْ سَيَنْـتَقِمُ اللهُ مِنْهُ وَإِلاَّ فَهُوَ بَرِيْءٌ مِنْ ذلِكَ وَكَيْفَ تَرُوْجُ عَلَيْهِ هذِهِ الْمَسْئَلَةُ الوَاهِيَةُ مَعَ تَضَلُّعِهِ مِنَ الكِتَابِ وَالسُّـنَّةِ وَفِقْهِ الشَّافِعِيَّةِ وَالْحَنَابِلَةِ حَتَّى كَانَ يُفْتِي عَلَى الْمَذْهَبَيْنِ، هذَا مَعَ مَا انْضَمَّ لِذلِكَ مِنْ أَنَّ اللهَ مَنَّ عَلَيْهِ مِنَ الْمَعَارِفِ وَالْخَوَارِقِ الظَّاهِرَةِ وَالبَاطِنَةِ وَمَا أَنْبَأَ عَنْهُ مَا ظَهَرَ عَلَيْهِ وَتَوَاتَرَ مِنْ أَحْوَالِـهِ.” ثُمَّ قَالَ: "فَمَنْ امْتَنَّ اللهُ عَلَيْهِ بِمِثْلِ هذِهِ الكَرَامَاتِ البَاهِرَةِ يُتَصَوَّرُ أَوْ يُتَوَهَّمُ أَنَّـهُ قَائِلٌ بِتِلْكَ القَبَائِحِ الَّتِي لاَ يَصْدُرُ مِثْلُهَا إِلاَّ عَنِ اليَهُوْدِ وَأَمْثَالِهِمْ مِمَّنْ اسْتَحْكَمَ فِيْهِ الْجَهْلُ بِاللهِ وَصِفَاتِهِ وَمَا يَجِبُ لَهُ وَمَا يَجُوْزُ وَمَا يَسْتَحِيْلُ ؟! سُبْحَانَكَ هذَا بُهْتَانٌ عَظِيْمٌ يَعِظُكُمُ اللهُ أَنْ تَعُوْدُوْا لِمِثْلِهِ أَبَدًا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ وَيُبَيِّنُ لَكُمُ الآيَاتِ وَاللهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ. وَمِمَّا يَقْطَعُ بِهِ كُلُّ عَاقِلٍ أَنَّ الشَّيْخَ عَبْدَ القَادِرِ لَمْ يَكُنْ غَافِلاً عَمَّا فِيْ رِسَالَةِ القُشَيْرِيِّ الَّتِي سَارَتْ بِهَا الرُّكْبَانُ وَاشْتَهَرَتْ بَيْنَ سَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ سِيَّمَا أَهْلِ التَّحْقِيْقِ وَالعِرْفَانِ وَإِذَا لَمْ يَجْهَلْ ذلِكَ فَكَيْفَ يُتَوَهَّمُ فِيْهِ هذِهِ القَبِيْحَةُ الشَّنِيْعَةُ وَفِيْهَا عَنْ بَعْضِ رِجَالِهَا أَئِمَّةِ القَوْمِ السَّالِمِيْنَ عَنْ كُلِّ مَحْذُوْرٍ وَلَوْمٍ أَنَّهُ قَالَ: كَانَ فِي نَفْسِي شَىْءٌ مِنْ حَدِيْثِ الْجِهَةِ فَلَمَّا زَالَ ذلِكَ عَنِّي كَتَبْتُ إِلَى أَصْحَابِنَا أَنِّيْ قَدْ أَسْلَمْتُ الآنَ، فَتَأَمَّلْ ذلِكَ وَاعْتَنِ بِهِ لَعَلَّكَ تُوَفَّقُ لِلْحَقِّ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى وَتَجْرِيْ عَلَى سَنَنِ الاسْتِـقَامَةِ، ثُمَّ قَالَ: وَمَنْ عَلَى ذلِكَ الاعْتِـقَادِ لاَ يَنْفَعُ اللهُ بِشَىْءٍ مِنْ آثَارِهِ غَالِبًا.
“Akidah Imam as-Sunnah Ahmad ibn Hanbal –semoga Allah meridlainya, menjadikan surga sebagai tempat kembalinya, Allah curahkan kepada kita dan kepadanya nikmat-nikmatnya dan Allah menempatkannya di al firdaus al A’la dari surga-Nya- sesuai dengan akidah Ahlussunnah Wal Jama’ah, yaitu melakukan tanzih dengan sempurna; mensucikan Allah dari keyakinan yang dikatakan oleh orang-orang kafir dan orang-orang yang ingkar seperti arah, jism dan sifat-sifat jismiyyah dan lain-lain serta semua sifat kekurangan, bahkan dari setiap sifat yang tidak mengandung kesempurnaan mutlak. Sedangkan berita yang tersohor di kalangan orang-orang yang tidak berilmu di antara pengikut Imam Ahmad bahwa beliau menetapkan salah satu akidah batil tersebut seperti arah dan semacamnya maka itu adalah dusta, kebohongan terhadapnya, semoga Allah melaknat orang yang menisbatkan itu kepada Ahmad atau menuduhnya dengan keyakinan-keyakinan batil yang Allah bersihan ia darinya. Al Hafizh al Hujjah al Qudwah al Imam Abu al Faraj Ibnu al Jawzi, salah seorang ulama madzhabnya yang bersih dari keyakinan keji tersebut, telah menjelaskan bahwa semua yang dinisbatkan kepada Ahmad di antara keyakinan-keyakinan batil tersebut adalah dusta dan kebohongan terhadapnya, dan perkataan-perkataan Ahmad sendiri sangat tegas tentang kebatilan keyakinan-keyakinan keji tersebut dan Ahmad mensucikan Allah darinya, maka ketahuilah ini, karena ini sangat penting, dan awas, jangan sampai anda mendengar dan percaya isi buku-buku Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim al Jawziyyah dan lainnya yang telah Allah sesatkan  dan Allah tutup pendengaran dan hatinya, Allah jadikan penghalang di matanya sehingga siapakah yang bisa memberikan mereka petunjuk setelah Allah menyesatkan mereka, sungguh betapa orang-orang mulhid tersebut melampaui batas, menerjang rambu-rambu dan merobek-robek kesucian syari’at dan hakekat, mereka mengira diri mereka berada dalam petunjuk Allah, padahal mereka tidak seperti itu, bahkan berada dalam kesesatan yang paling keji, keadaan paling buruk dan merugi, dan puncak kebohongan dan dusta, semoga Allah tidak menolong pengikut mereka dan membersihkan bumi ini dari orang-orang seperti mereka. Jangan juga anda terperdaya dengan apa yang terdapat dalam kitab al Ghun-yah karya Imam al ‘Arifin Quthb al Islam Wal Muslimin al Ustadz Abdul Qadir al Jilani, karena itu adalah sisipan palsu terhadapnya yang dimasukkan oleh orang-orang yang Allah akan membalas mereka, karena sebetulnya beliau bersih dan terbebas dari itu, bagaimana mungkin ia terpengaruh dengan keyakinan-keyakinan batil itu padahal pengetahuan beliau sangat mendalam tentang al Qur’an dan sunnah, serta fiqh Syafi’i dan Hanbali sehingga beliau berfatwa sesuai dengan dua madzhab tersebut, belum lagi apa yang Allah berikan kepada beliau tentang berbagai macam pengetahuan dan karamaat yang zhahir dan bathin serta ha-liyyah-haliyyah beliau yang sangat luar biasa dan sudah tersebar secara mutawatir.” Kemudian Ibnu Hajar mengatakan: “Orang yang dianugerahi oleh Allah karamat-karamat yang luar biasa seperti ini tidaklah mungkin terbayang bahwa beliau meyakini keyakinan-keyakinan batil tersebut yang tidak akan pernah muncul kecuali dari orang-orang yahudi dan semacamnya yang memang sudah begitu parah kebodohan mereka tentang Allah dan sifat-sifat-Nya, apa yang wajib bagi Allah, yang ja-iz dan mustahil bagi-Nya, subhanaka hadza buhtan ‘azhim. Dan yang dipastikan oleh setiap orang yang berakal bahwa Syekh Abdul Qadir tidaklah mungkin lalai dan tidak mengetahui apa yang disebutkan dalam Risalah al Qusyairi yang telah tersebar ke mana-mana dan begitu populer di tengah-tengah ummat Islam, apalagi para ahli tahqiq dan ‘irfan, jika memang beliau mengetahui itu bagaimana mungkin terlintas bahwa beliau meyakini keyakinan-keyakinan buruk dan sesat tersebut, padahal dalam ar-Risalah telah disebutkan dari sebagian tokoh sufi yang selamat dari setiap keyakinan yang terlarang dan tercela bahwa ia mengatakan: Dulu di hatiku ada sedikit terpengaruh dengan keyakinan arah bagi Allah, setelah itu hilang dan lenyap dariku maka aku menulis kepada para sahabatku bahwa aku baru saja masuk Islam sekarang, renungkanlah itu dan perhatikan semoga engkau diberikan oleh Allah taufiq kepada kebenaran dan berjalan di atas jalan yang istiqamah.” Kemudian Ibnu Hajar mengatakan: “Biasanya orang yang berkeyakinan keji tersebut Allah tidak akan memberikan manfaat kepada sedikit-pun di antara karangan-karangannya.”
Al Hafizh Ibnu al Jawzi al Hanbali menegaskan: 

وَكَانَ أَحْمَدُ لاَ يَقُوْلُ بِالْجِهَةِ لِلْبَارِئِ.
“Ahmad tidak pernah menisbatkan arah kepada Allah.”
[Ibnu al Jawzi, Daf’u Syubah at-Tasybih, hal.56. Para Fudhala’ al Hanabilah seperti Ibrahim al Harbi, Abu Dawud, al Atsram, Abu al Husen al Munadi, Abu al Hasan at-Tamimi, Abu al Fadl at-Tamimi, Abu al Khaththab, Ibnu ‘Aqil, Ibnu al Jawzi, Ibnu Balban (Muhammad ibn Badruddin ibn Balban ad-Dimasyqi al Hanbali; Pengarang Mukhtasar al Ifaadaat) dan lainnya telah menegaskan bahwa akidah Imam Ahmad ibn Hanbal adalah tanzih dan sangat jauh berbeda dengan akidah para penganut paham tasybih dan tajsim yang tersebar di kalangan Muta-akhkhirin di antara para pengikut madzhabnya. Ibnu al Jawzi mengarang karya khusus dalam hal ini “Daf’u Syubah at-Tasybih bi Akuff at-Tanzih”. Al Hafizh Abu Hafsh ibnu Syahin, salah seorang sahabat al Hafizh ad-Daraquthni, mengatakan:

"رَجُلاَنِ صَالِحَانِ بُلِيَا بِأَصْحَابِ سُوْءٍ، جَعْفَرُ بْنُ مُحَمَّدٍ وَأَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ".
“Ada dua orang saleh diberi ujian oleh Allah dengan pengikut-pengikut yang menyimpang; Ja’far ash-Shadiq  dan Ahmad ibn Hanbal”. (Diriwayatkan dengan sanadnya oleh al Hafizh Abu al Qasim ibnu ‘Asakir dalam Tabyin Kadzib al Muftari, hal. 164)
Rafidlah mengaku sebagai pengikut al Imam Ja’far ash-Shadiq ibn Muhammad al Baqir dan mereka menisbatkan banyak masalah-masalah yang keji terhadapnya padahal ia sama sekali bersih dan terbebas dari masalah-masalah keji tersebut. Demikian pula Imam Ahmad ibn Hanbal, sebagian pengikutnya menisbatkan kepadanya keyakinan-keyakinan yang bathil seperti tasybih dan lainnya, padahal ia terbebas dari akidah tersebut.]

Al Imam Badruddin ibnu Jama’ah juga menegaskan: 

إِنَّ الإِمَامَ أَحْمَدَ كَانَ لاَ يَقُوْلُ بِالْجِهَةِ لِلْبَارِئِ تَعَالَى.
“Imam Ahmad tidak pernah menisbatkan arah kepada Allah.” [Ibnu Jama’ah, I-dlah ad-Dalil, hal. 108. Lihat juga Abu Hamid ibn Marzuq, Bara-ah al Asy’ariyyin Min ‘Aqa-id al Mukhalifin (1/10-12).]

0 komentar:

Post a Comment

 
Top