Beberapa pertanyaan untuk “Ustadz Rodja”.
Diracik oleh A.Z. Muttaqin — disebut-sebut nama pena Jibril Abdurrahman, bos besar Arrahmah — berita langsung menghujam dipagraf pertama: “Wahai ustadz Rodja, seruan ulama untuk tidak melawan kudeta di share bertubi-tubi oleh anda dengan alasan tidak boleh menentang pemerintahan sah yang menang dari proses demokrasi.”
Sebagian pembaca setia Arrahmah bisa jadi bingung. Kudeta apa? Pemerintah sah yang mana?
Ini jelas bukan gaya Muttaqin yang dikenal teduh dalam berargumen dan punya empati besar pada pembaca untuk selalu menyajikan konteks dan alur berpikir yang runut. Paragraf kedua sedikit memperterang pangkal kemarahan Arrahmah. Pemilik situs berang karena Rodja mengkampanyekan dukungan bagi rezim militer yang berkuasa di Mesir saat ini. Tulis Arrahman: “Anehnya ketika Tamarod (baca: Syiah) provokator dan bersama militer pelaku penggulingan Mursi, anda seakan bisu, di mana suara ulama-ulama anda ustadz rodja? Seandainya Mursi dan Ikhwanul Muslimin (IM) melakukan apa yang dilakukan militer saat ini kepada para demonstran Tamarod dengan pembunuhan, kami yakin IM dan Mursi yang disalahkan oleh ustadz rodja. He… Aneh bin ajaib memang…”
Paragraf selebihnya memuat kritik kaliber tinggi - bila tidak bisa disebut sumpah serapah. Rodja, kata Arrahmah menuduh, mengambil sikap tuannya, yaitu Kerajaan Arab Saudi yang menginstruksikan “tidak melawan kudeta di Mesir”. Memposisikan diri sebagai pendukung Ikhwanul Muslimin, organisasi garis keras yang tersepak dari kursi kekuasaan di Mesir, Arrahmah menggambarkan ustadz-ustadz di Radio Rodja sebagai mereka yang “tidak bisa berdalil”, “tidak mengetahui sejarah” dan “jahil”.
Tapi cerita baru separuh. Dipojokkan seperti itu, Radio Rodja –cukup tenar hingga streamingnya jadi ‘kembang penghias’ situs Polda Metro Jaya — memutuskan melawan. Meski seperti tak menyangka dapat “serangan fajar” dari teman seperjuangan sendiri, orang-orang Rodja bergegas membuka kunci senjata argumennya. Dor, dor, dor … Mereka menyerang Arrahmah dengan menggambarkan situs tak lebih dari “barisan pejuang ingusan”, “tidak menggunakan otak, hanya mengandalkan semangat palsu”. Tapi Rodja terbukti hanya separuh hati dalam menyerang. Luka dalam akibat serangan awal Arrahmah seperti begitu membekas. Dalam hitungan jam lepas menurukan berita yang menyerang balik arrahmah, situs Radio Rodja mencabut dan menghapus berita itu.
Bisa jadi, penghapusan itu dipicu oleh semacam instruksi dari para sesepuh Salafi lokal yang jengah anak-anak asuhnya saling bacok. Namun, lepas dari semua itu, tikam-tikaman Arrahmah dan Radio Rodja ini bisa jadi sebuah pelajaran bahwa para penganjur Wahabi-Sufyani-Takfiri sebenarnya sangat rapuh diinternal mereka sendiri dan tidak mempunyai kesatuan suara.
Mereka tidak lebih dari segerombolan orang yang bermodalkan militansi semu, tanpa mempunyai asas perjuangan dan analisis yang jelas. Mereka tidak mempunyai data yang jelas tentang mana lawan dan mana kawan. Sehingga, mudah dibaca, mereka rentan dimobilisasi, digeser ke sana dan ke sini, dimanfaatkan oleh musuh-musuh Islam.
Namun, lepas dari semua itu, tikam-tikaman Arrahmah dan Radio Rodja ini bisa jadi sebuah pelajaran bahwa para penganjur Wahabi-Sufyani-Takfiri sebenarnya sangat rapuh diinternal mereka sendiri dan tidak mempunyai kesatuan suara.
0 komentar:
Post a Comment