Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:
وَإنّ هذِه الِملّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِيْنَ، ثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الجَنّةِ وهيَ اَِلجَمَاعَة (رَواه أبُو دَاوُد)
Maknanya: “Dan sesungguhnya umat ini akan terpecah menjadi 73 golongan, 72 di antaranya di dalam neraka, dan hanya satu di dalam surga yaitu al-Jama’ah”. (HR. Abu Dawud).
Sejarah mencatat bahwa di kalangan umat Islam dari semenjak abad permulaan, terutama pada masa Khalifah Ali ibn Abi Thalib, hingga sekarang ini terdapat banyak golongan (firqah) dalam masalah akidah. Faham akidah yang satu sama lainnya sangat berbeda dan bahkan saling bertentangan. Ini adalah fakta yang tidak dapat kita pungkiri. Karenanya, Rasulullah sendiri sebagaimana dalam hadits di atas telah menyebutkan bahwa umatnya ini akan terpecah-belah hingga 73 golongan. Semua ini tentunya dengan kehendak Allah, dengan berbagai hikmah terkandung di dalamnya, walaupun kita tidak mengetahui secara pasti akan hikmah-hikmah di balik itu. Wa Allâh A’lam.
Namun demikian, Rasulullah juga telah menjelaskan jalan yang selamat yang harus kita tempuh agar tidak terjerumus di dalam kesesatan. Kunci keselamatan tersebut adalah dengan mengikuti apa yang telah diyakini oleh al-Jamâ’ah, artinya keyakinan yang telah dipegang teguh oleh mayoritas umat Islam. Karena Allah sendiri telah menjanjikan kepada Nabi bahwa umatnya ini tidak akan tersesat selama mereka berpegang tegung terhadap apa yang disepakati oleh kebanyakan mereka. Allah tidak akan mengumpulkan mereka semua di dalam kesesatan. Kesesatan hanya akan menimpa mereka yang menyempal dan memisahkan diri dari keyakinan mayoritas.
Mayoritas umat Rasulullah, dari masa ke masa dan antar generasi ke generasi adalah Ahlussunnah Wal Jama’ah. Mereka adalah para sahabat Rasulullah dan orang - orang sesudah mereka yang mengikuti jejak para sahabat tersebut dalam meyakini dasar-dasar akidah (Ushûl al-I’tiqâd). Walaupun generasi pasca sahabat ini dari segi kualitas ibadah sangat jauh tertinggal di banding para sahabat Rasulullah itu sendiri, namun selama mereka meyakini apa yang diyakini para sahabat tersebut maka mereka tetap sebagai kaum Ahlussunnah.
Dasar-dasar keimanan adalah meyakini pokok-pokok iman yang enam (Ushûl al- Imâm as-Sittah) dengan segala tuntutan-tuntutan yang ada di dalamnya. Pokok-pokok iman yang enam ini adalah sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits yang dikenal dengan hadist Jibril:
Namun demikian, Rasulullah juga telah menjelaskan jalan yang selamat yang harus kita tempuh agar tidak terjerumus di dalam kesesatan. Kunci keselamatan tersebut adalah dengan mengikuti apa yang telah diyakini oleh al-Jamâ’ah, artinya keyakinan yang telah dipegang teguh oleh mayoritas umat Islam. Karena Allah sendiri telah menjanjikan kepada Nabi bahwa umatnya ini tidak akan tersesat selama mereka berpegang tegung terhadap apa yang disepakati oleh kebanyakan mereka. Allah tidak akan mengumpulkan mereka semua di dalam kesesatan. Kesesatan hanya akan menimpa mereka yang menyempal dan memisahkan diri dari keyakinan mayoritas.
Mayoritas umat Rasulullah, dari masa ke masa dan antar generasi ke generasi adalah Ahlussunnah Wal Jama’ah. Mereka adalah para sahabat Rasulullah dan orang - orang sesudah mereka yang mengikuti jejak para sahabat tersebut dalam meyakini dasar-dasar akidah (Ushûl al-I’tiqâd). Walaupun generasi pasca sahabat ini dari segi kualitas ibadah sangat jauh tertinggal di banding para sahabat Rasulullah itu sendiri, namun selama mereka meyakini apa yang diyakini para sahabat tersebut maka mereka tetap sebagai kaum Ahlussunnah.
Dasar-dasar keimanan adalah meyakini pokok-pokok iman yang enam (Ushûl al- Imâm as-Sittah) dengan segala tuntutan-tuntutan yang ada di dalamnya. Pokok-pokok iman yang enam ini adalah sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits yang dikenal dengan hadist Jibril:
الإيْمَانُ أنْ تؤُْمِنَ باللهِ وَمَلائِكَتهِ وَكُتُبهِ وَرُسُلهِ وَاليَوم الآخِر وَالقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ (روَاهُ البُخَاري وَمُسْلم)
Maknanya: “Iman adalah engkau percaya dengan Allah, para Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari akhir, serta beriman dengan ketentuan (Qadar) Allah; yang baik maupun yang buruk” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Pengertian al-Jamâ’ah yang telah disebutkan dalam hadits riwayat al-Imâm Abu Dawud di atas yang berarti mayoritas umat Rasulullah, yang kemudian dikenal dengan Ahlussunnah Wal Jama’ah, telah disebutkan dengan sangat jelas oleh Rasulullah dalam haditsnya, sebagai berikut:
أُوْصِيْكُمْ بأصْحَابِي ثمّ الّذِيْنَ يلَُوْنهَُمْ ثمّ الّذِيْنَ يلَُوْنهَُمْ، (وفيْه): عَلَيْكُمْ بالجَمَاعَةِ وَإيّاكُمْ وَالفُرْقَةَ فَإنّ الشّيْطاَنَ مَعَ الوَاحِدِ وَهُوَ مِنَ الاثْنَيْنِ أبْعَد، فَمَنْ أرَادَ بُحْبُوْحَةَ الجَْنّةِ فَلْيَلْزَمِ الجَْمَاعَةَ (رَواهُ التّرمِذيّ وَقالَ حسَنٌ صَحيْحٌ، وصَحّحَه الحَاكِم)
Maknanya: “Aku berwasiat kepada kalian untuk mengikuti sahabat-sahabatku, kemudian orang-orang yang datang sesudah mereka, kemudian orang-orang yang datang sesudah mereka”. Dan termasuk dalam rangkaian hadits ini: “Hendaklah kalian berpegang kepada mayoritas (al-Jamâ’ah) dan jauhilah perpecahan, karena setan akan menyertai orang yang menyendiri. Dia (Setan) dari dua orang akan lebih jauh. Maka barangsiapa menginginkan tempat lapang di surga hendaklah ia berpegang teguh kepada (keyakinan) al-Jamâ’ah”. (HR. at-Tirmidzi. Ia berkata: Hadits ini Hasan Shahih. Hadits ini juga dishahihkan oleh al-Imâm al-Hakim).
Kata al-Jamâ’ah dalam hadits di atas tidak boleh diartikan dengan orang-orang yang selalu melaksanakan shalat berjama’ah, juga bukan jama’ah masjid tertentu, atau juga bukan dalam pengertian para ulama hadits saja. Karena pemaknaan semacam itu tidak sesuai dengan konteks pembicaraan hadits ini, juga karena bertentangan dengan kandungan hadits-hadits lainnya. Konteks pembicaraan hadits ini jelas mengisyaratkan bahwa yang dimaksud al-Jamâ’ah adalah mayoritas umar Rasulullah dari segi jumlah. Penafsiran ini diperkuat pula oleh hadits riwayat al-Imâm Abu Dawud di atas. Sebuah hadits dengan kualitas Shahih Masyhur. Hadits riwayat Abu Dawud tersebut diriwayatkan oleh lebih dari sepuluh orang sahabat Rasulullah. Hadits ini memberikan kesaksian akan kebenaran apa yang dipegang teguh oleh mayoritas umat Nabi Muhammad, bukan kebenaran firqah-firqah yang menyempal. Dari segi jumlah, firqah-firqah sempalan 72 golongan yang diklaim Rasulullah akan masuk neraka seperti yang disebutkan dalam hadits riwayat Abu Dawud ini, adalah kelompok yang sangat kecil dibanding pengikut Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Kemudian di kalangan Ahlussunnah dikenal istilah “Ulama Salaf”; mereka adalah orang-orang terbaik dari kalangan Ahlussunnah yang hidup pada tiga abad pertama tahun hijriah. Tentang para ulama Salaf ini, Rasulullah bersabda:
Kemudian di kalangan Ahlussunnah dikenal istilah “Ulama Salaf”; mereka adalah orang-orang terbaik dari kalangan Ahlussunnah yang hidup pada tiga abad pertama tahun hijriah. Tentang para ulama Salaf ini, Rasulullah bersabda:
خَيْرُ القُرُوْنِ قَرْنِيْ ثُمَّ الّذِيْنَ يلَُوْنهَُمْ ثُمَّ الّذِيْنَ يلَُوْنهَُمْ (رَوَاهُ التّرمِذِيّ)
Maknanya: “Sebaik-baik abad adalah abad-ku (periode sahabat Rasulullah), kemudian abad sesudah mereka (periode Tabi’in), dan kemudian abad sesudah mereka (periode Tabi’i at-Tabi’in)” (HR. at-Tirmidzi).
apakah kelompok mayoritas dizaman sekarang ???kenyataanya mayoritas sekarang banyak melakukan bid'ah .. al jamaah adalah berpegang teguh kepada sunnahku dan sunnah khulafaurosyidin (para sahabat)(salafushaleh).. meskipun satu orang itu dkatakan al jamaah apabila aqidah dan manhaj mengikuti para sahabat nabi shallallohu'alaihi wasallam.....hati hati berdakwah dengan hadist palsu dan lemah itu haram dan berdusta atas nama rosullulloh shallallohu'alaihi wasallam..
ReplyDelete