Dari segi bahasa, ghurur berasal dari kata gharra-yaghurru-gharran, ghuraran-ghururan, dan ghirrah. Ibn Manzhur dalam karyanya, Lisan al-‘Arab, mengartikan ghurar dengan khida’ (tipuan), thama’ (rakus), dan bathil (batal dan sia-sia).
Dalam kata ghurur ada dua versi penyebutan. Jika dibaca dengan ghurur, maknanya adalah kebathilan-kebathilan. Az-Zujjaj menjelaskan bahwa ghurur adalah jamak dari gharin, yang artinya apa yang dibanggakan dari kesenangan dunia. Sedangkan bilamana dibaca gharur, maknanya segala hal yang menipu dari setan dan manusia dan yang lainnya. Gharur juga dapat diartikan dunia yang melenakan.
Ar-Raghib Al-Ishfahani juga menjelaskan bahwa gharur adalah segala hal yang menipu manusia dari harta, pangkat, jabatan, dan setan. Setan adalah penipu yang paling keji, sedangkan dunia dapat menipu dan merusak.
Dengan demikian ghurur adalah keadaan seseorang yang terkelabui hatinya, baik oleh bisikan-bisikan setan maupun ilusi dirinya sendiri, sehingga dikuasai oleh prasangka yang keliru tentang sesuatu.
Ghurur juga bisa diartikan dengan tertipunya diri dengan diamnya jiwa pada sesuatu yang cocok dengan ajakan hawa nafsu dan ia tidak berusaha menolaknya tetapi bahkan menurutinya.
Kata ghurur, tanpa kata derivatifnya, disebut sembilan kali dalam Al-Qur’an, yaitu QS Ali ‘Imran:185, An-Nisa`:120, Al-An’am:112, Al-A’raf: 22, Al-Isra`: 64, Al-Ahzab: 12, Fathir: 40, Al-Hadid: 20, dan Al-Mulk: 20.
Sedangkan kata gharur disebut tiga kali, yakni Surah Luqman: 33, Fathir : 5, dan Al-Hadid: 14.
Penyebab Ghurur
Di antara penyebab ghurur, sebagaimana disebut dalam Al-Qur’an, yaitu ghurur yang disebabkan oleh setan, orang-orang kafir, munafik, dan dunia beserta perhiasannya.
Ghurur yang disebabkan oleh setan di antaranya diterangkan dalam QS An-Nisa‘: 120, “Setan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka. Padahal setan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka.”
Ayat ini menjelaskan bahwa setan memberikan janji-janji kosong kepada manusia. Akibat dari janji tersebut timbullah angan-angan kosong, padahal yang dijanjikan setan itu tidak ada melainkan tipu daya belaka.
Muhammad Quraish Shihab menjelaskan, pada ayat sebelumnya, yakni ayat 119 QS An-Nisa‘, telah ditutup dengan penegasan bahwa yang mengikuti setan dan terpedaya oleh janji dan rayuannya akan menderita kerugian yang nyata, maka ayat 120 ini menjelaskan kerugian-kerugian yang didapat.
Selanjutnya pada QS Al-Isra‘: 64, “Dan doronglah siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan suaramu dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak dan beri janjilah mereka. Dan tidak ada yang dijanjikan oleh setan kepada mereka melainkan tipuan belaka.”
Dengan ayat ini, Allah menguatkan makna yang terkandung dalam QS An-Nisa‘: 120 bahwa apa yang dijanjikan setan hanyalah tipu daya belaka. Kata ghurur dalam ayat ini dinisbahkan kepada salah satu perbuatan setan dalam mengganggu manusia, yakni menampakkan sesuatu yang sebenarnya buruk dengan bentuk yang indah, atau menjanjikan sesuatu yang tidak akan terjadi dan kalau terjadi akan mengecewakan.
Adapun ghurur yang disebabkan oleh orang-orang kafir dan munafik, Allah SWT memperingatkan orang-orang mukmin agar tidak sampai percaya akan perkataan dan aktivitas orang-orang kafir dan munafik yang menyenangkan, karena perkataan dan aktivitas mereka merupakan tipuan yang akan membawa kepada kelalaian dan kesesatan. Di antara ayat yang menekankan hal ini adalah QS Al-Mukmin: 4, “Tidak ada yang memperdebatkan ihwal ayat-ayat Allah kecuali orang-orang yang kafir. Karena itu janganlah pulang balik mereka dengan bebas dari suatu kota ke kota yang lain memperdayakan kamu.”
Maksud dari ayat ini, ghurur yang dilakukan orang-orang kafir atas Nabi dan sahabat jangan sampai membuat mereka menduga sesuatu yang datang dari orang-orang kafir itu baik padahal sebenarnya buruk. Orang-orang musyrik memang pada saat itu mempunyai kemampuan dan kesenangan hidup, sehingga patut diwaspadai, bukan untuk diikuti dengan pembenaran hati dan perbuatan.
Adapun ghurur yang disebabkan oleh dunia dan perhiasannya dinyatakan dalam QS Luqman: 33, “Hai manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu dan takutilah suatu hari yang (pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan seorang anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikit pun. Sesungguhnya janji Allah adalah benar. Maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan jangan (pula) penipu (setan) memperdayakan kamu dalam (mentaati) Allah.”
Ayat di atas memerintahkan manusia agar bertaqwa kepada Allah SWT dan mengandung peringatan Allah kepada manusia agar tidak terpedaya oleh dunia dan perhiasannya, karena semua itu tidak akan dapat menolong pada hari yang dijanjikan oleh Allah, yaitu hari Kiamat. Ayat ini mengisyaratkan bahwa gemerlapnya dunia itu sendiri, tanpa faktor lain, sudah cukup berpotensi memperdayakan orang, membuat ghurur diri seseorang. Apalagi jika bergabung dengan ghurur yang dilakukan setan. Setan yang disebut dalam ayat ini dengan gharur atau penipu, yang menjebak seseorang saat kelengahannya, tidak membutuhkan gemerlapnya dunia sebagai sarana untuk membuat manusia terlena. Bukankah banyak orang zuhud dapat diperdaya setan dengan seribu satu caranya?
Kemudian pada QS Fathir: 5, Allah Ta’ala kembali mengingatkan, “Hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah setan yang pandai menipu, memperdayakan kamu, tentang Allah.”
Yang dimaksud “Janganlah kehidupan dunia memperdayakanmu”, sebagaimana dijelaskan Al-Baidhawi dalam tafsirnya, mengandung arti bahwa dunia melupakanmu dari memikirkan akhirat, karena mengejar kepuasan padanya. Selanjutnya dalam menjelaskan “Dan sekali-kali janganlah setan yang pandai menipu, memperdayakan kamu, tentang Allah”, Al-Baidhawi menafsirkan, bisikan setan yang mengedepankan ampunan Allah ketika seseorang menjalankan maksiat dengan rayuannya, walaupun besar kemungkinannya Allah mengampuninya atas dosa-dosa ketika seseorang itu jatuh dalam kemaksiatan, seperti meminumkan racun untuk menghilangkan penyakit.
Begitu pula dengan QS Al-Hadid: 20, “Ketahuilah bahwa kehidupan dunia hanyalah permainan dan kelengahan, serta perhiasan dan bermegah-megah di antara kamu serta berbangga-bangga tentang harta dan anak, ibarat hujan yang mengagungkan petani tanaman-tanamannya kemudian ia menjadi kering, kemudian engkau lihat dia menguning kemudian hancur, dan di akhirat ada adzab keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya, dan tidaklah kehidupan dunia kecuali kesenangan yang menipu.”
Ayat ini memperingati manusia, jangan sampai tertipu oleh kegemerlapan dunia dan perhiasannya, karena itu hanyalah kesenangan yang sementara.
Maka dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa makna ghurur adalah tipu daya. Selanjutnya tipu daya tersebut dapat bersumber dari setan, orang-orang kafir, serta kehidupan dunia dan kegemerlapannya, bahkan dari diri sendiri. Semua itu dapat membawa manusia lalai terhadap Allah dan lupa bahwa ada kehidupan yang abadi sesudah kehidupan dunia.
Wallahui a’lam bisshowab
0 komentar:
Post a Comment