kisah mualaf
“Sebelum memeluk Islam, saya hanya mengenalnya seperti orang kebanyakan, yakni Islam adalah teroris dan wanitanya berpakaian tertutup. Sayang sekali saya mendapati sebagian Muslim tidak mengamalkan ajaran Islam dan mereka tidak mewakili Islam dengan benar. Mereka memberikan gambaran Islam yang salah,” ujar Jasmine Crawford kecewa.

Warga New York AS ini mengungkapkan kekesalannya pada Muslimin yang justru mencoreng nama baik Islam. Namun, hidayah tak akan salah jalan. Jika Allah menghendaki memberikan hidayah kepada seseorang maka tak ada yang mampu menghalanginya. Meski Jasmine mengenal Islam dengan imej yang buruk, ia justru mempelajarinya kemudian mendapatkan manisnya hidayah.

Ditayangkan dalam program “They Chose Islam” The Algerian TV, Jasmine mengisahkan perjalanannya menuju hidayah tersebut. Dengan imej Islam yang buruk di kalangan warga AS, Jasmine pun berkesimpulan Islam hanyalah gaya hidup semata, bukan agama. Ia pun amat tak tertarik dengan agama akhir zaman ini. Hingga kemudian, Jasmine memiliki teman Muslim.

Dari situlah, pandangan Jasmine mulai berubah. Tak hanya satu, ia pun kemudian bergaul dengan lebih banyak Muslim untuk lebih mengenal Islam. “Begitulah saya mengenal Islam karena saya memiliki beberapa teman Muslim,” ujarnya tersenyum.

Maka, dimulailah pencarian hidayah itu. Jasmine yang merupakan seorang Katholik taat mulai mempelajari berbagai agama. Tak hanya Islam, ia juga mempelajari Kristen dan Yahudi. Namun, di ujung pencariannya, ia memilih menjadi seorang Muslimah.
“Saya mempelajari berbagai agama. Awalnya saya bermaksud sekadar belajar. Tapi, semakin banyak saya belajar, semakin saya tertarik pada Islam. Saya kemudian memilih Islam karena saya percaya ini adalah ajaran yang benar. Saya memohon kepada Allah agar membimbing saya dan memberi saya petunjuk,” ujarnya dengan mata berbinar.
Namun, Jasmine tentu tidak begitu saja menerima Islam. Dia juga tidak begitu saja mempercayai Islam. Terdapat hal yang menarik bagi Jasmine hingga ia memutuskan menjadi mualaf. Hal menarik tersebut yakni kelogisan Islam yang dapat terlihat dari kemurnian Alquran.
“Alquran yang tidak pernah berubah menjadi satu hal yang sangat penting bagi saya. Banyak bukti-bukti sains yang disebutkan di dalamnya dan semuanya dapat diterima akal. Islamlah agama yang paling logis,” tuturnya.
Jasmine pun kemudian bersyahadat pada 2010 lalu. Terdapat kalimat yang sangat ia sukai, yakni kalimat “Lailahaila Allah”, tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah. Menurutnya, kalimat tersebut membuatnya terasa langsung berhubungan dengan Allah. Ia merasa sangat dekat dengan-Nya dan itu membuatnya bahagia. “Hal itu benar-benar membuat saya merasa bahwa Allah benar adanya,” kata Jasmine.

Setelah memeluk Islam, Jasmine pun tak merasakan adanya hambatan yang biasa menguji para mualaf. Keluarganya menerima bahkan mendukungnya menjadi seorang Muslim.

“Alhamdulillah, hubungan saya dengan orang tua sangat baik. Saya sangat mencintai mereka. Saat baru mempelajari Islam, ayah jatuh sakit karena kanker. Ayah meninggal pada Juli 2011 lalu. Ibu saya pun seorang yang sangat baik dan terbaik. Alhamdulillah, dia membantu saya dalam banyak hal. Dia membangunkan saya untuk shalat Subuh, membelikan makanan halal untuk saya. Ibu benar-benar seorang wanita yang sangat baik dan cantik. Saya sangat dekat dengannya. Hubungan kami sangat baik. Ibu saya pernah berkata, “Sendainya Islam membuatmu bahagia, dan kamu tidak menganggu orang lain, maka lakukanlah. Lakukanlah apa yang membuatmu bahagia,” tutur Jasmine bersyukur.

Selain itu, Jasmine pun tak merasa berat mengenakan jilbab di tengah-tengah masyarakat New York yang berpandangan negatif terhadap Islam. Menurutnya, jika memiliki keyakinan dan percaya diri maka hal yang sangat mudah bagi Muslim untuk hidup di New York meski sebagai minoritas. Baginya, sangat mudah hidup sebagai Muslim di New York. Ia dapat berjilbab bebas dan dapat mudah mendapatkan makanan halal.
“Jika kalian melihat apa yang dipakai orang saat ini, mereka mengenakan segala macam pakaian sehingga sebagian orang tak akan sadar jika Anda seorang Muslim. Memang banyak orang yang bertanya tentang keislaman saya, tapi saya melihat mereka sebenarnya sangat baik terhadap saya. Mereka tidak seburuk seperti yang saya pikirkan. Di New York, sangat mudah mencari apa yang kalian inginkan. Saya bisa memastikan di kota-kota lain tak semudah di New York. Saya merasakan amat senang menjadi seorang Muslim di Kota New York,” ujarnya.
Aktif  Berorganisasi
Setelah memeluk Islam, Jasmine pun berkecimpung dalam sebuah organisasi Islam nonprofit, Muslim Education and Converts Center of America (MECCA). Ia sangat aktif dalam organisasi tersebut, belajar dan memberikan pelajaran, serta berbagi pengalaman dengan para mualaf baru. Ia pun merasakan menemukan keluarga baru di organisasi tersebut.
“Seperti berada dalam sebuah keluarga dan kita semua dalam kondisi yang sama, sebagai mualaf. Organisasi ini menjadi tempat yang besar, alhamdulillah. Mereka yang baru memeluk Islam datang ke sini dari berbagai tempat. Saya yang merupakan campuran warga kulit hitam dan putih bertemu dengan mualaf dari Irish, Afrika, dan India. Kami juga punya anggota orang Cina. Ada pula yang dari Spanyol, yang berkulit putih. Pokoknya kami punya berbagai ragam ras dan bangsa,” tutur Jasmine dengan senyum tersungging di wajahnya.
Di MECCA, Jasmine ikut andil dalam berbagai kegiatan seperti kelas shalat untuk mulaf, kursus bahasa Arab, serta kelas akidah dan fikih. Jasmine juga ikut mendakwahkan Islam dengan benar serta mengundang para Muslimin untuk menjalin silaturahim. Jasmine berbagi kebahagian sebagai seorang Muslim kepada para mualaf baru.

0 komentar:

Post a Comment

 
Top