Taswwuf, Al Hikam
Hikmah Pertama : Jangan Membanggakan Amalan [ Kajian Al Hikam ]

بسم الله الرحمن الرحيم

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Penulis kitab ini sengaja memulai tulisannya dengan ucapan basmalah sebagai implementasi daripada sabda Rasulullah SAW yang berbunyi :

"Setiap perkara penting yang tidak dimulai dengan bismillahir rahmanir rahim maka ia akan terputus." (HR. Abu Dawud)

maksud daripada "terputus" dalam hadits ini bukanlah tidak diterimanya amal kebaikan, akan tetapi hilangnya keberkahan. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa keberkahan adalah sesuatu yang mutlak di butuhkan dalam sebuah amal perbuatan. Jikalau keberkahan itu tiada, maka amalan yang kita kerjakan akan sia-sia belaka.

Ada satu pertanyaan yang berkaitan dengan hal ini, bukankah setiap pekerjaan itu harus dimulai dengan puji-pujian kepada Allah Ta'ala ??. Jawabnya adalah Hal tersebut sesuai dengan Sabda Rasulullah SAW, :

"Setiap perkara penting yang tidak dimulai dengan memuji Allah maka ia terputus." (HR Ibnu Hibban)

Jikalau dilihat sepintas, kedua hadits ini saling bertentangan. Hadits pertama memerintahkan kita untuk memulai suatu pekerjaan dengan basmalah, sedangkan hadits kedua justru memerintah kita untuk memulainya dengan memuji Allah Ta'ala. Lalu, apa yang seharusnya kita lakukan ?

Jawabnya adalah, Sebenarnya kedua hadits tersebut tidak saling kontradiksi. Memang kita di perintahkan oleh Allah Ta'ala untuk memulai segala urusan dengan memuji-Nya, dan ucapan basmalah adalah salah satu lafal yang menunjukkan pujian bagi-Nya.

Jikalau kita perhatikan baik-baik, maka lafadz Ar-Rahman dan Ar-Rahiim adalah pujian bagi-Nya. KIta mengakui bahwa Allah Ta'ala itu Maha Pengasih kepada seluruh umat manusia, sebagaimana juga Maha Penyayang kepada kaum mukminin.

Pekerjaan yang dimulai dengan basmalah maupun tahmid, keduanya sama-sama mengandung makna pujian kepada-Nya.

* * *

من علامة الاعتماد على العمل نقصان الرجاء عند وجود الزلل

"Diantara tanda bergantung pada pekerjaan yang shalih adalah kurangnya keinginan untuk melakukan kemaksiatan"

Terkadang, ketika seorang muslim malakukan berbagai amal shalih, ia menyangka bahwa itu cukup untuk menyelamatkannya dari api neraka, dan memasukannya kedalam surga Allah Ta'ala. Ia bergantung pada amalan-amalannya itu.

Ketika ia melakukan suatu kemaksiatan maka ia hanya cuek. Dalam pikirannya, semua itu akan tergantikan oleh amalan-amalan shalih yang selama ini dilakukannya. Ia menggantungkan harapannya pada amalan-amalan itu dan mengurangi rasa berharap kepada Allah Ta'ala

Sebenarnya ini adalah sebuah kesalahan besar. Seorang muslim tidak akan pernah memasuki surga-Nya dengan amalan-amalan shalih saja, akan tetapi dengan rahmat-Nya, selain itu tindakan seperti ini juga merupakan sebuah bentuk kesyirikan, karena menggantungkan harapan pada selain-Nya. Padahal, dalam setiap shalat, kita melantunkan, "hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu lah kami meminta tolong."

Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa seorang ahli ibadah ditanya ketika berada didekat Mizan, "Apakah engkau ingin masuk surga dengan amalanmu atau Rahmat-Ku?". Karena laki-laki ini merasa yakin dengan amalan-amalan yang selama ini dilakukannya, maka ia menjawab, "Dengan amalan-amalanku.". Tatkala ditimbang, ternyata amalan-amalannya itu tidak mampu memasukkannya ke surga, sehingga ia di lemparkan ke neraka.

Dalam riwayat lain dijelaskan bahwa seorang pembunuh 99 jiwa dimasukkan oleh Allah Ta'ala ke Surga-Nya, padahal ia belum melakukan amal shalih sedikitpun, Begitu juga halnya dengan seorang pelacur yang berhak memasuki surga-Nya, itu hanya karena menolong seekor anjing yang kehausan. Semua itu semata-mata karena Rahmat Allah Ta'ala.

Seorang mukmin sejati yang mengenal Tuhannya selalu bergantung pada Tuhannya, bukan amalan-amalannya.

0 komentar:

Post a Comment

 
Top