Latest News

Thursday, August 29, 2013

Sampainya Pahala Untuk Mayyit Menurut Ulama Rujukan Wahabi

fakta wahabi

Salah satu hal yang berkaitan dengan permasalahan orang meninggal adalah menghadiahkan pahala untuk mayit. Dalam syariat Islam ada beberapa amaliah yang dapat membantu orang yang telah meninggal. Amaliah yang dilakukan bisa berupa doa atau selainnya.

Transfer pahala adalah suatu pahala yang telah ulama kita lakukan sejak zaman dahulu sampai sekarang. Sangat aneh jika menghadiahkan pahala untuk mayit itu dianggap bid’ah sesat. Dan lebih aneh lagi setelah kita telusuri ulama-ulama kenamaan yang menjadi rujukan Wahabi dalam berdalil ternyata juga membolehkan amalan menghadiahkan pahala untuk mayit sebagaimana ulama-ulama berikut ini:

1. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab An-Najdi

وأخرج سعد الزنجاني عن ابي هريرة مرفوعا: من دخل المقابر ثم قرأ فاتحة الكتاب, وقل هو الله أحد, وألهاكم التكاثر, ثم قال: إني جعلت ثواب ما قرأت من كلامك لأهل المقابر من المؤمنين والمؤمنات, كانوا شفعاء له ألى الله تعالى. وأخرج عبد العزيز صاحب الخلال بسند عن أنس مرفوعا: من دخل المقابر, فقرأ سورة يس, خفف الله عنه وكان له بعدد من فيها حسنات
(محمد بن عبد الوهاب ” مؤسسة الفرقة الوهابية ” في كتابه أحكام تمني الموت)
Sa’ad az-Zanjani meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah Ra. secara marfu: “Barangsiapa mendatangi kuburan lalu membaca surah al-Fatihah, Qul Huwallahu Ahad dan al-Hakumut Takatsur, kemudian mengatakan: “Ya Allah, aku hadiahkan pahala bacaan al-Quran ini bagi kaum beriman laki-laki dan perempuan di kuburan ini”, maka mereka akan menjadi penolongnya kepada Allah.”

Abdul Aziz, murid dari al-Imam al-Khollal, meriwayatkan sebuah hadits yang sanadnya dari sahabat Anas bin Malik Ra. secara marfu: “Barangsiapa mendatangi kuburan, lalu membaca Surat Yasin, maka Allah akan meringankan siksa mereka, dan ia akan memperoleh pahala sebanyak orang-orang yang ada di kuburan itu.” (Lihat dalam kitab karya Muhammad bin Abdul Wahhab yang berjudul Ahkam Tamanniy al-Maut halaman 75).
2. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Al-Harrani

وسئل: عمن هلل سبعين ألف مرة، وأهداه للميت يكون براءة للميت من النار حديث صحيح أم لا؟ وإذا هلل الإنسان وأهداه إلى الميت يصل إليه ثوابه، أم لا؟ فأجاب: إذا هلل الإنسان هكذا: سبعون ألفاً، أو أقل، أو أكثر، وأهديت إليه، نفعه الله بذلك، وليس هذا حديثا صحيحاً، ولا ضعيفاً. والله أعلم. مجموع فتاوى ابن تيمية
Syaikh Ibnu Taimiyah ditanya (oleh seseorang) tentang orang yang membaca tahlil 70.000 kali dan menghadiahkannya kepada mayit agar menjadi tebusan baginya dari neraka, apakah hal ini hadits shahih atau tidak? Dan apabila seseorang membaca tahlil lalu dihadiahkan kepada mayit, apakah pahalanya sampai atau tidak?

Ibnu Taimiyah menjawab: “Apabila seseorang membaca tahlil sekian; 70.000 atau kurang, dan atau lebih, lalu dihadiahkan kepada mayit, maka hadiah tersebut bermanfaat baginya, dan ini bukan hadits shahih dan bukan hadits dha’if. Wallahu a’lam.” (Lihat dalam kitab Majmu’ Fatawa Ibn Taimiyah juz 24 halaman 323).
قال شيخ الأسلام تقيالدّين احمد بن تيمية في فتاويه، الصّيحح أن الميّت ينتفع بجميع العبادات البدنية من الصّلاة والصّوم والقراءة كما ينتفع بالعبادات الماليّة من الصّدقة ونحوها باتّفاق الأئمّة وكمالودعي له واستغفرله – حكم الشريعة الإسلاميّة فى مأتم الأربعين ٣٦
“Syaikhul Islam Ibn Taimiyah mengatakan dalam kitab Fatawanya bahwa pendapat yang benar dan sesuai dengan kesepakatan para imam adalah bahwa mayit dapat memperoleh manfaat dari semua ibadah badaniyyah seperti shalat, puasa, membaca al-Quran, ataupun ibadah maliyah seperti sedekah dan lain-lainnya. Hal yang sama juga berlaku untuk orang yang berdoa dan membaca istighfar untuk mayit.” (Lihat dalam kitab Hukm asy-Syari’ah al-Islamiyah fi Ma’tam al-Arba’in halaman 36).
3. Syaikh Ibnul Qayyim al-Jauziyyah

Ada sebuah ayat yang sering digunakan oleh golongan pengingkar sebagai dasar bahwa pahala seseorang itu tidak bisa diberikan kepada orang lain. Dan ia hanya akan mendapatkan pahala dari amal yang dikerjakannya sendiri. Yakni QS. an-Najm ayat 36-39 berikut ini:

أم لم ينبّأ بما في صحف موسى، وإبراهيم الّذي وفى، ألاّتزر وازرة وزرأخرى، وأن ليس للإنسان إلاّماسعى – النجم ٣٦-٣٩
“Ataukah belum diberitakan kepadanya apa yang ada dalam lembaran-lembaran Musa? Dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji? (Yaitu) bahwa seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan bahwa seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (QS. an-Najm ayat 36-39).
Namun menurut Ibn Qayyim al-Jauziyah, ulama kenamaan yang menjadi rujukan Wahabi, beliau mengutip pendapat Abi al-Wafa’ Ibn ‘Aqil menjelaskan sebagai berikut:

الجواب الجيّد عندي أن يقال الإنسان بسعيه وحسن عشرته اكتسب الأصدقاء وأولد الأولاد ونكح الأزواج وأسدى الخير وتودّد إلى النّاس فتر حّموا عليه وأهدوا له العبادات وكان ذلك أثرسعيه – الرّوح ١٤٥
“Jawaban yang paling baik (tentang QS. an-Najm ayat 36-39) menurut saya, bahwa manusia dengan usahanya sendiri dan juga karena pergaulannya yang baik dengan orang lain, ia akan memperoleh banyak teman, melahirkan keturunan, menikahi perempuan, berbuat baik serta menyintai sesama. Maka semua teman, keturunannya dan keluarganya tentu akan menyayanginya kemudian menghadiahkan pahala ibadahnya (ketika telah meninggal dunia). Maka hal itu pada hakikatnya merupakan hasil usahanya sendiri.” (Lihat dalam kitab karyanya yang berjudul ar-Ruh halaman 143).
4. Imam Asy-Syaukani

وقال في شرح الكنز إن للإنسان أن يجعل ثواب عمله لغيره صلاة كان أو صوما أو حجا أو صدقة أو قراءة قرآن ذلك من جميع أنواع البر ويصل ذلك إلى الميت وينفعه ثم أهل السنة انتهى والمشهور من مذهب الشافعي وجماعة من أصحابه أنه لا يصل إلى الميت ثواب قراءة القرآن وذهب أحمد بن حنبل وجماعة من العلماء وجماعة من أصحاب الشافعي إلى أنه يصل كذا ذكره النووي في الأذكار وفي شرح المنهاج لابن النحوي لا يصل إلى الميت عندنا ثواب القراءة على المشهور والمختار الوصول إذا سأل الله إيصال ثواب قراءته وينبغي الجزم به لأنه دعاء فإذا جاز الدعاء للميت بما ليس للداعي فلأن يجوز بما هو له أولى ويبقى الأمر فيه موقوفا على استجابة الدعاء وهذا المعنى لا يختص بالقراءة بل يجري في سائر الأعمال والظاهر أن الدعاء متفق عليه أنه ينفع الميت والحي القريب والبعيد بوصية وغيرها وعلى ذلك أحاديث كثيرة
“Disebutkan dalam Syarh al-Kanz bahwa boleh bagi seseorang untuk mengirim pahala amal kepada orang lain, shalat, puasa, haji, shadaqah, atau bacaan al-Quran dan seluruh amal ibadah lainnya, dan itu boleh untuk mayyit dan itu sudah disepakati dalam Ahlussunnah wal Jama’ah. Namun Imam asy-Syafi’i dan sebagian ulamanya mengatakan pahala pembacaan al-Quran tidak sampai. Namun Imam Ahmad bin Hanbal dan kelompok besar dari para ulama serta kelompok besar dari ulama Syafi’iyyah mengatakan bahwa pahalanya sampai. Demikian dijelaskan oleh Imam an-Nawawi dalam kitabnya al-Adzkar dan dijelaskan dalam Syarh al-Minhaj oleh Ibn an-Nahwiy:

“Tidak sampai pahala bacaan al-Quran dalam pendapat kami yang masyhur. Namun adalah sesuatu yang pasti sampainya bila berdoa kepada Allah untuk memohon penyampaian pahalanya itu, dan selayaknya ia meyakini hal itu karena merupakan doa. Karena bila dibolehkan doa untuk mayyit, maka menyertakan semua amal itu dalam doa untuk dikirmkan merupakan hal yang lebih baik. Dan ini boleh untuk seluruh amal. Dan doa itu sudah muttafaq ‘alaih (tak ada ikhtilaf) bahwa doa itu sampai dan bermanfaat pada mayyit bahkan pada yang hidup, keluarga dekat atau yang jauh, dengan wasiat atau tanpa wasiat. Dan dalil ini dengan hadits yang sangat banyak.” (Lihat dalam kitab Nail al-Authar karya Imam asy-Syaukaniy juz 4 halaman 142 dan al-Majmu’ Syarh Muhadzdzab karya Imam an-Nawawiy juz 15 halaman 522).

Kisah Perjalanan Amal Seseorang Menuju Tuhannya

kisah islami

Dalam sebuah riwayat yang panjang diceritakan :

فقد روى ابن المبارك بإسناده عن رجل أنه قال لمعاذ: يا معاذ حدثني حديثا سمعنه من رسول الله صلى الله عليه وسلم، قال: (فبكى معاذ حتى ظننت أنه لا يسكت، ثم سكت، ثم قال: واشوقاه إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم وإلى لقائه، ثم قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول لي: (يا معاذ، إني محدثك بحديث إن أنت حظفته نفعك عندالله، وإن ضيعته ولم تحفظه انقطعت حجتك عند الله تعالى يوم القيامة يا معاذ إن الله تبارك وتعالى خلق سبعة أملاك قبل أن يخلق السموات والأرض، فجعل لكل سماء من السبع ملكا بوابا عليها،

Dan telah meriwayatkan Ibnul Mubarak dengan sanadnya dari seorang pria, sesungguhnya dia bertanya kepada Mu’adz “Ya mu’adz ceritakanlah padaku satu hadits yang kamu dengarkan dari Rasulullah SAW”, selanjutnya orang itu mengatakan “Mu’adz menangis sampai aku menyangka dia tidak akan berhenti menangis” setelah beberapa lama kemudian Mu’adz berhenti menangis dan berkata: “aku mendengar Rasulullah SAW bersabda kepadaku”, “Yaa Muadz, sesungguhnya aku akan menceritakan sebuah cerita yang jika kamu menjaga cerita ini akan sangat bermanfaat bagimu menurut Allah SWT akan tetapi jika kamu menyia2kan dan tidak menjaganya maka ini menjadi sebab terputusnya hujjahmu menurut Allah SWT padahari kiamat, Yaa Mu’adz sesungguhnya Allah SWT menciptakan 7 malaikat sebelum menciptakan 7 langit dan bumi, kemudian Allah menempatkan 7 malaikat tersebut pada tiap langit sebagai penjaga pintunya.

فتصعد الحفظة بعمل العبد من حين يصبح إلى حين يمسي، له نور كنور الشمس، حتى إذا صعدت به إلى السماء الدنيا زكته وكثرته، فيقول الملك الموكل بها للحفظة: اضربوا بهذا العمل وجه صاحبه، أنا صاحب الغيبة، أمرني ربي ألا أدع عمل من اغتاب الناس يجاوزني إلى غيري، قال: ثم تأتي الحفظة بعمل صالح من أعمال العبد له نور فتزكيه وتكثره حتى تبلغ به إلى السماء الثانية، فيقول لهم الملك الموكل بها: قفوا، واضربوا بهذا العمل وجه صاحبه، إنه أرا بعمله عرض الدنيا، أنا ملك الفخر، أمرني ربي ألا أدع عمله يجاوزني إلى غيري، إنه كان يفتخر على الناس في مجالسهم،

Lalu malaikat Hafadzah mengangkat amal kebaikan orang mulai pagi sampai sore, amal tsbut bercahaya seperti cahaya matahari, sampai ketika malaikat Hafadzah mengangkatnya ke langit dunia (tingkat satu) memuji dan menganggapnya amal yang banyak. Maka Malaikat penjaga langit pertama mengatakan kepada Al-Hafadzah:“pukulkanlah amal ini kepada wajah pemiliknya, aku ini adalah malaikat yang menjaga Ghibah (menggunjing), Tuhanku telah memerintahkan kepadaku agar menolak amal yang suka ghibah dan melarang melewatiku.

Rasulullah bersabda lagi "kemudian datang Al-Hafadzah dengan membawa amal2 baik manusia yang dipuji2 dan dianggap banyak, sampai pada langit kedua, maka malaikat penjaga langit kedua berkata kepada mereka, berhentilah kalian dan pukulkanlah amal ini kepada pemiliknya, karena sesungguhnya orang ini beramal mengharapkan keduniawian. Tuhanku telah memerintahkan kepadaku untuk menolak dan menghalanginya, krena orang yang punya amal ini adalah orang sombong pada sesama manusianya, sedangkan aku adalah malaikat yang menjaga kesombongan.

قال: وتصعد الحفظة بعمل العبد يبتهج نورا، من صدقة وصلا وصيام، قد أعجب الحفظة، فيجاوزون به إلى السماء الثالثة، فيقول لهم الملك الموكل بها: قفوا، واضربوا بهذا العمل وجه صاحبه، أنا ملك الكبر، أمرني ربي ألا أدع عمله يجاوزني إلى غيري؛ إنه كان يتكبرى على الناس في مجالسهم، قال: وتصعد الحفظة بعمل العبد يزهو كما يزهو الكوكب الدري وله دوي من تسبيح وصلاة وصيام وحج وعمرة، حتى يجاوزا به إلى السماء الرابعة، فيقول لهم الملك الموكل بها: قفوا، واضربوا بهذا العمل وجه صاحبه وظهره وبطنه، أنا صاحب العجب، أمرني ربي ألا أدع عمله يجاوزني إلى غيري؛ إنه كان إذا عمل عملا أدخل العجب فيه،

Rasulullah bersabda : " Malaikat Hafadzah kembali mengangkat amal yang memancarkan cahaya dari shodaqoh, sholat dan puasa, sehingga malaikat Al-hafadzahpun takjub melihatnya, hingga melewati langit tingkat tiga, maka malaikat penjaga langit ketiga menyetopnya dan berkata : berhentilah kalian dan pukulkanlah amal ini kepada wajah pemiliknya. Aku ini malaikat penjaga Takabbur, Tuhanku telah memerintahkan kepadaku agar tidak menerima amalnya dan melewati langit ini, krena sesungguhnya pemilik amal ini adalah orang takabbur ditepatnya.

Rasulullah bersabda : "malaikat hafadzah mengangkat amal seseorang yang bersinar terang serta berkelap-kelip seperti bintang2 dan bergemuruh dari amalan tasbih, sholat, puasa, haji dan umroh sehingga dapat melewati langit ke empat, malaikat penjaganya berkata berhentilah kalian dan pukulkanlah amal ini ke wajah, punggung serta perut pemiliknya. Saya adalah malaikat yang menjaga Ujub (takjub akan diri sendiri), Tuhanku telah memerintahkan kepadaku agar tidak menerima amalnya dan melewati langit ini, karena sesungguhnya orang ini kalau berbuat sesuatu selalu ujub, takjub pada diri sendiri.

قال: وتصعد الحفظة بعمل العب حتى يجاوزا به إلى السماء الخامسة كأنه العروس المزفوفة إلى بعلها، فيقول الملك الموكل بها: قفوا واضربوا بهذا العمل وجه صاحبه،ن واحملوه على عاتقه، أنا ملك الحسد، إنه كان يحسد من يتعلم ويعمل بمثل عمله، وكل من كان يأخذ فضلا من العبادة كان يحسدهم، ويقع فيهم، أمرني ربي ألا أدع عمله يجاوزني إلى غيري. قال: وتصعد الحفظة بعمل العبد له ضوء كضوء الشمس، من صلاة وزكاة وحج وعمرة وجهاد وصيام، فيجاوزون به إلى السماء السادسة، فيقول لهم الملك الموكل بها: قفوا واضربوا بهذا العمل وجه صاحبه؛ إنه كان لا يرحم إنسانا قد من عباد الله أصابه بلاء أو مرض، بل كان يشمت به، أنا ملك الرحمة، أمرني ربي ألا أدع عمله يجاوزني إلى غيري،

Rasulllah bersabda: Malaikat hafadzah mengangkat amal sampai ke langit kelima, amal ini diarak dan diiringi bak pengantin perempuan menuju mempelai prianya, akan tetapi malaikat penjaganya berkata : berhentilah dan pukulkan amal ini pada wajah pemiliknya dan beri beban pada pundaknya. Aku ini adalah malaikat yang menjaga Hasad (dengki), sesungguhnya orang pemilik amal ini adalah pendengki kepada orang yang berlajar ilmu, kpada orang yang melakukan pekerjaan sepertnya, dan kepada orang yang melakukan keutamaan ibadah. Orang ini dengki pada semua orang. Tuhanku telah memerintahkan kepadaku agar tidak menerima amalnya dan melewati yang lainnya.

Rasulullah bersabda : malaikat hafadzah kembali membawa amal yang terang seperti terangnya rembulan dari amal sholat, zakat, haji, umroh, jihad, dan puasa. Amal ini sampai melewati pada langit tingkat 6, maka malaikat penjaga langit ke 6 pun mengatakan “berhentilah kalian disitu dan lemparkanlah amal ini kepada wajah pemiliknya , karena sesungguhnya pemilik amal ini adalah orang yang tidak belas kasih kepada manusia dan hamba Allah, serta orang2 yang terkena musibah dan orang2 sakit, bahkan sebaliknya dia berkata kasar dan merendahkan mereka. Adapun aku adalah malaikat rahmah (belas kasih), telah memerintahkan Tuhanku agar menolak amal ini dan tidak boleh melewati langit ini.

قال: وتصعد الحفظة بعمل العبد من صوم وصلاة ونفقة وجهاد وورع، له دوي كدوى النحل، وضوء كضوء الشمس، ومعه ثلاثة آلاف ملك، فيجاوزون به إلى السماء السابعة، فيقول لهم الملك الموكل بها: قفوا، واضربوا بهذا العمل وجه صاحبه، واضربوا جوارحه واقفلوا به على قلبه، أنا صاحب الذكر، فإني أحجب عن ربي كل عمل لم يرد به وجه ربي؛ إنه إنما أراد بعمله غير الله تعالى، إنه أراد به رفعة عند الفقهاء، وذكرا عند العلماء، وصيتا في المدائن، أمرني ربي ألا أدع عمله يجاوزني إلى غيري وكل عمل لم يكن لله تعالى خالصا فهو رياء، ولا يقبل الله عمل المرائي..

Rasulullah bersabda: malaikat hafadzah mengangkat amal seorang hamba dari sholat, puasa, nafakah, jihad, wara’, amal ini berderu seperti suara tawon dan bersinar sperti sinar matahari, amal ini diiringi oleh 3.000 malaikat hafadzah dan berhasil menembus langit tingkat 7, maka berkata penjaga langit ke 7 “berhentilah dan pukulkanlah amal ini ke wajah, dan semua anggota badan pemiliknya, serta kuncilah hatinya.Sesungguhnya aku ini adalah malaikat yang menghalangi dari Tuhanku, amal2 yang dilakukan bukan mengharap ridlo Allah, melainkan ridlo yang lain, orang ini dengan ilmunya hanya mengingingkan ketinggian pangkat menurut ahli fiqh, sebutan/kehormatan menurut para ulama’, dan terkenal dibeberapa Negara. Sungguh telah memerintahkan kepadaku untuk menolak amalnya dan menghalanginya agar tidak melewati langit ini. Dan sesungguhnya amal yang bukan karena Allah itu adalah Riya’, dan Allah tidak akan menerima amal orang2 yang riya’.

قال: وتصعد الحفظة بعمل العبد من صلاة وزكاة وصيام وحج وعمرة وخلق حسن وصمت وذكر الله تعالى، فتشيعه ملائكة السموات السبع حتى يقطعوا به الحجب كلها إلى الله تعالى، فتشيعه ملائكة السموات السبع حتى يقطعوا به الحجب كلها إلى الله تعالى، فيقفون بين يديه، ويشهدون له بالعمل الصالح المخلص لله تعالى، فيقول الله تعالى: أنتم الحفظة على عمل عبدي، وأنا الرقيب على ما في قلبه؛ إنه لم يردني بهذا العمل، وإنما أراد به غيري، فعليه لعنتي، فتقول الملائكة كلها: عليه لعنتك ولعنتنا، فتلعنه السموات السبع ومن فيهن)

Rasulullah bersabda : malaikat hafadzah mengangkat lagi amal seorang hamba dari sholat, zakat, puasa, haji, umroh, dan akhlak yang baik, diam, dan dzikir kepada Allah SWT, maka amal ini diiringi oleh para malaikat 7 langit sampai melewati hijab-hijab dan sampai disisi Allah SWT. Maka para malaikat menjadi saksi atas amal sholeh dan iklash karena Allah tersebut, maka Allah SWT berfirman “kalianpara malaikat hanya dapat menilai amal hambaku ini, sedangkan Aku adalah yang menjaga atas apa yang ada didalam hati hamba2ku, sesungguhnya hambaku ini tidak menginginkan ridlo dariku dengan amalnya ini, tetapi mengharapkan ridlo dari yang lainnya, maka la’natKU atasnya. Para Malaikat semuanya berkata LaknatMu dan laknat kami atas orang orang ini dan seluruh langit serta penghuninya melaknatnya.

ثم بكى معاذ، وانتحب انتحابا شديدا، وقال معاذ: قلت يا رسول الله أنت رسول الله وأنا معا، فكيف لي بالنجاة والخلاص من ذلك؟ قال: (اقتد بي وإن كان في عملك نقص، يا معاذ حافظ على لسانك من الوقيعة في إخوانك من حملة القرآن خاصة، واحمل ذنوبك عليك، ولا تحملها عليهم، ولا تزل نفسك بذمهم، ولا ترفع نفسك عليهم، ولا تدخل عمل الدنيا في عمل الآخرة، ولا تراء بعملك، ولا تتكبر في مجلسك، لكي يحذر الناس من سوء خلقك، ولا تناج رجلا وعندك آخر، ولا تتعظم على الناس فتنقطع عنك خيرات الدنيا والآخرة، ولا تمزق الناس بلسانك فتمزقك كلاب النار يوم القيامة في النار،

Maka Mu’adz menangis dgn menjerit-jerit yang keras, dan Mu’dz berkata “aku brtanya kepada Rasulullah, saya hanyalah seorang mu’adz bagaimana caranya agar dapat Ikhlas/tidak riya’ dan selamat dari hal yang sudah disebutkan tadi?. Rasulullah bersabda : ikutilah aku! Dan meskipun dalam amalmu terdapat kekurangannya. Yaa Mu’adz, jagalah lisanmu dari membicarakan/berghibah kpda saudaramu yang membawa Al-Qur’an (membaca dan memperlajarinya) dan bertanggung jawablah atas dosa2mu, janganlah memberi beban kepada saudara2mu, janganlah kamu merasa suci dan merendahkan orang lain, jangan meninggikan/menyombongkan dirimu atas saudara2mu, dan jangan memasukkan pekerjaan dunia kedalam pekerjaan akhirat, jangan riya’ dengan apa yang kamu kerjakan dan janganlah takabbur dalam lingkunganmu agar orang takut akan akhlakmu yang buruk, jangan berbisik pada seseorang disamping orang lain, dan jangan merasa agung atas manusia ini yang menyebababkan terputusnya kebaikan dunia dan akhirat, dan janganlah kamu merobek-robek manusia jika tetep dilakukan maka anjing-anjing neraka akan merobekmu didalam neraka…

(Bidayatul Hidayah : 10-11)

Sumber :
الكتاب : بداية الهداية
المؤلف : أبو حامد الغزالي
Kitab : Bidayatul Hidayah
Penulis : Abu Hamid Al-Ghozali

Nasehat Imam Al-Ghazali Bagi Para Penuntut Ilmu

kitab kuning

Dalam Muqaddimah Kitab Bidayatul Hidayah (halaman 1), Imam Ghazali menjelaskan :

فاعلم أيها الحريص المقبل على اقتباس العلم، المظهر من نفسه صدق الرغبة، وفرط التعطش إليه.. أنك إن كنت تقصد بالعلم المنافسة، والمباهاة، والتقدم على الأقران، واستمالة وجوه الناس إليك، وجمع حطام الدنيا؛ فأنت ساع في هدم دينك، وإهلاك نفسك، وبيع آخرتك بدنياك؛ فصفقتك خاسرة، وتجارتك بائرة، ومعلمك معين لك على عصيانك، وشريك لك في خسرانك، وهو كبائع سيف لقاطع طريق، كما قال صلى الله عليه وسلم: (من أعان على معصية ولو بشطر كلمة كان شريكا فيها).

Ketahuilah wahai manusia yang ingin mendapat curahan ilmu, yang betul-betul berharap dan sangat haus kepadanya, bahwa jika engkau menuntut ilmu guna bersaing, berbangga, mengalahkan teman sejawat, meraih simpati orang, dan mengharap dunia, maka sesungguhnya engkau sedang berusaha menghancurkan agamamu, membinasakan dirimu, dan menjual akhirat dengan dunia. Dengan demikian, engkau mengalami kegagalan, perdaganganmu merugi, dan gurumu telah membantumu dalam berbuat maksiat serta menjadi sekutumu dalam kerugian tersebut. Gurumu itu seperti orang yang menjual pedang bagi perompak jalanan, sebagaimana Rasul saw. bersabda, "Siapa yang membantu terwujudnya perbuatan maksiat walaupun hanya dengan sepenggal kata, ia sudah menjadi sekutu baginya dalam per­buatan tersebut."

وإن كانت نيتك وقصدك، بينك وبين الله تعالى، من طلب العلم: الهداية دون مجرد الرواية؛ فأبشر؛ فإن الملائكة تبسط لك أجنحتها إذا مشيت، وحيتان البحر تستغفر لك إذا سعيت. ولكن ينبغي لك أن تعلم، قبل كل شيء، أن الهداية التي هي ثمرة العلم لها بداية ونهاية، وظاهر وباطن، ولا وصول إلى نهايتها إلا بعد إحكام بدايتها، ولا عثور على باطنها إلا بعد الوقوف على ظاهرها.

Jika niat dan maksudmu dalam menuntut ilmu un­tuk mendapat hidayah, bukan sekadar mengetahui riwa­yat, maka bergembiralah. Sesungguhnya para malaikat membentangkan sayapnya untukmu saat engkau ber­jalan dan ikan-ikan paus di laut memintakan ampunan bagimu manakala engkau berusaha. Tapi, engkau harus tahu sebelumnya bahwa hidayah merupakan buah dari ilmu pengetahuan. Hidayah memiliki permulaan dan akhir serta aspek lahir dan batin. Untuk mencapai titik akhir tersebut, permulaannya harus tersusun rapi. Be­gitu pula, untuk menyingkap aspek batinnya, harus di­ketahui terlebih dahulu aspek lahirnya.

وهأنا مشير عليك ببداية الهداية؛ لتجرب بها نفسك، وتمتحن بها قلبك، فإن صادفت قلبك إليها مائلا، ونفسك بها مطاوعة، ولها قابلة؛ فدونك التطلع إلى النهايات والتغلغل في بحار العلوم.

Oleh karena itu, di sini akan aku tunjukkan padamu permulaan dari sebuah hidayah agar engkau bisa men­coba dirimu dan menguji hatimu. Apabila engkau men­dapati hatimu condong pada hidayah tersebut lalu di­rimu berusaha untuk menggapainya, maka setelah itu engkau bisa melihat perjalanan akhir darinya yang me­laju dalam lautan ilmu.

وإن صادفت قلبك عند مواجهتك إياها بها مسوفا، وبالعمل بمقتضاها مماطلا؛ فاعلم أن نفسك المائلة إلى طلب العلم هي النفس الأمارة بالسوء، وقد انتهضت مطيعة للشيطان اللعين ليدليك بحبل غروره؛ فيستدرجك بمكيدته إلى غمرة الهلاك، وقصده أن يروج عليك الشر في معرض الخير حتى يلحقك (بِالأخسَرينَ أَعمالاً، الَّذين ضَلَ سَعيُهُم في الحَياةِ الدُنيا وَهُم يَحسَبونَ أَنَّهُم يُحسِنونَ صُنعا). وعند ذلك يتلو عليك الشيطان فضل العلم ودرجة العلماء، وما ورد فيه من الأخبار والآثار. ويلهيك عن قوله صلى الله عليه وسلم: (من ازداد علما ولم يزدد هدى، لم يزدد من الله إلا بعدا)، وعن قوله صلى الله عليه وسلم: (أشد الناس عذابا يوم القيامة عالم لم ينفعه الله بعلمه)

Sebaliknya, jika engkau men­dapati hatimu berat dan lengah dalam mengamalkan apa yang menjadi konsekuensinya, ketahuilah bahwa jiwa yang mendorongmu untuk menuntut ilmu tersebut adalah jiwa al-ammaarah bi as-su' (yang memerintahkan pada keburukan). Jiwa tersebut bangkit karena taat ke­pada setan terkutuk untuk dijerat dengan tali tipuannya. Ia terus memberikan tipudayanya kepadamu sampai engkau betul-betul binasa. Ia ingin agar engkau mem­perbanyak kejahatan dalam bentuk kebaikan sehingga ia bisa memasukkanmu dalam kelompok orang yang me­rugi dalam amalnya. Yaitu, mereka yang sesat di dunia ini, yang mengira bahwa mereka telah melakukan suatu perbuatan baik. Saat itu setan menceritakan padamu tentang keutamaan ilmu, derajat para ulama, serta berba­gai riwayat di seputarnya. Namun, setan tersebut membuatmu lalai dari sabda Nabi saw., "Siapa yang ber­tambah ilmu, tapi tidak bertambah hidayah, ia hanya bertambah jauh dari Allah." Juga dari sabda Nabi saw. yang berbunyi, "Orang yang paling keras siksanya di hari kiamat, adalah orang alim yang ilmunya tak Allah berikan manfaat padanya."

وكان صلى الله عليه وسلم يقول: (اللهم إنى أعوذ بك من علم لا ينفع، وقلب لا يخشع، وعمل لا يرفع، ودعاء لا يسمع).

Nabi saw. berdoa:
Allahumma innii a'udzubika min 'ilmi laa yanfa'u wa qalbin laa yakhsya' wa 'amalin laa yurfa'u wa du'ain laa yusma'u

"Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari ilmu yang tak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyuk, dari amal yang tak diterima, dan dari doa yang tak didengar."

وعن قوله صلى الله عليه وسلم: (مررت ليلة أسرى بي بأقوام تقرض شفاههم بمقارض من نار، فقلت: من أنتم? قالوا: كنا نأمر بالخير ولا نأتيه وننهى عن الشر ونأتيه).
فإياك يا مسكين أن تذعن لتزويره فيدليك بحبل غروره، فويل للجاهل حيث لم يتعلم مرة واحدة، وويل للعالم حيث لم يعمل بما عمل ألف مرة.

Sabda Nabi saw., "Di malam aku melakukan Israk, aku melewati sekelompok kaum yang bibir mereka digun­ting dengan gunting api neraka. Lalu aku bertanya, 'Sia­pa kalian?' Mereka menjawab, 'Kami adalah orang-orang yang memerintahkan kebaikan tapi tidak melakukan­nya, dan mencegah keburukan tapi kami sendiri me­ngerjakannya!"

Oleh karena itu, jangan engkau serahkan dirimu untuk ­diperdaya oleh jerat tipuannya. Maka neraka Wayl bagi orang bodoh, karena ia tidak belajar satu kali. Dan juga neraka Wayl bagi orang alim yang tak mengamalkan ilmunya seribu kali!

Friday, August 23, 2013

Keutamaan Thalhah bin Abdullah radhiallahu 'anhu

فضل طلحة بن عبيد الله رضي الله عنه

Keutamaan Thalhah bin Abdullah radhiallahu 'anhu 

hadits

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ وَعَمْرُو بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْأَوْدِيُّ قَالَا حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا الصَّلْتُ الْأَزْدِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو نَضْرَةَ عَنْ جَابِرٍ
أَنَّ طَلْحَةَ مَرَّ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ شَهِيدٌ يَمْشِي عَلَى وَجْهِ الْأَرْضِ
Telah menceritakan kepada kami Ali bin Muhammad dan 'Aِِِmru bin Abdullah Al Audi keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Waki' berkata, telah menceritakan kepada kami Ash Shalt Al 'Azdi berkata, telah menceritakan kepada kami Abu Nadlrah dari Jabir berkata; "Thalhah berpapasan dengan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, lalu beliau pun bersabda: "Seorang syahid sedang berjalan di atas permukaan bumi."
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ الْأَزْهَرِ حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عُثْمَانَ حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ مُعَاوِيَةَ حَدَّثَنِي إِسْحَقُ بْنُ يَحْيَى بْنِ طَلْحَةَ عَنْ مُوسَى بْنِ طَلْحَةَ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ أَبِي سُفْيَانَ قَالَ
نَظَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى طَلْحَةَ فَقَالَ هَذَا مِمَّنْ قَضَى نَحْبَهُ
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Al Azhar berkata, telah menceritakan kepada kami 'Amru bin Utsman berkata, telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Mu'awiyah berkata, telah menceritakan kepadaku Ishaq bin Yahya bin Thalhah dari Musa bin Thalhah dari Mu'awiyah bin Abu Sufyan ia berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melihat Thalhah dan bersabda: "Ia termasuk orang-orang yang akan gugur."
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ سِنَانٍ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ أَنْبَأَنَا إِسْحَقُ عَنْ مُوسَى بْنِ طَلْحَةَ قَالَ
كُنَّا عِنْدَ مُعَاوِيَةَ فَقَالَ أَشْهَدُ لَسَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ طَلْحَةُ مِمَّنْ قَضَى نَحْبَهُ
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Sinan berkata, telah menceritakan kepada kami Yazid bin Harun berkata, telah memberitakan kepada kami Ishaq dari Musa bin Thalhah ia berkata; Ketika kami sedang bersama Mu'awiyah, ia lalu berkata; Aku bersaksi bahwa aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Thalhah termasuk dari orang yang akan gugur."
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ إِسْمَعِيلَ عَنْ قَيْسٍ قَالَ
رَأَيْتُ يَدَ طَلْحَةَ شَلَّاءَ وَقَى بِهَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ أُحُدٍ
Telah menceritakan kepada kami Ali bin Muhammad berkata, telah menceritakan kepada kami Waki' dari Isma'il dari Qais ia berkata; "Aku melihat tangan Thalhah lumpuh karena ia gunakan untuk melindungi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada perang Uhud."
Kitab Sunan Ibnu Majah

Keutamaan Zubair radhiallahu 'anhu

فضل الزبير رضي الله عنه

Keutamaan Zubair radhiallahu 'anhu

hadits

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْكَدِرِ عَنْ جَابِرٍ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ قُرَيْظَةَ مَنْ يَأْتِينَا بِخَبَرِ الْقَوْمِ فَقَالَ الزُّبَيْرُ أَنَا فَقَالَ مَنْ يَأْتِينَا بِخَبَرِ الْقَوْمِ فَقَالَ الزُّبَيْرُ أَنَا ثَلَاثًا فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ لِكُلِّ نَبِيٍّ حَوَارِيٌّ وَإِنَّ حَوَارِيَّ الزُّبَيْرُ
Telah menceritakan kepada kami Ali bin Muhammad berkata, telah menceritakan kepada kami Waki' berkata, telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Muhammad bin Al Munkadir dari Jabir ia berkata; "Pada hari perang Quraizhah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Siapa yang bisa membawakan berita kepada kami tentang kaum itu?" Zubair berkata; "Saya." Beliau berseru kembali: "Siapa yang bisa membawakan berita kepada kami tentang kaum itu?" Zubair berkata; "Aku, " ia ulangi hingga tiga kali. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Setiap Nabi memiliki Hawari (penolong setia), dan Zubair adalah hawariku."
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ الزُّبَيْرِ قَالَ
لَقَدْ جَمَعَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَبَوَيْهِ يَوْمَ أُحُدٍ
Telah menceritakan kepada kami Ali bin Muhammad berkata, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah berkata, telah menceritakan kepada kami Hisyam bin Urwah dari Bapaknya dari Abdullah bin Zubair dari Zubair ia berkata; "Dalam perang Uhud Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengumpulkan kedua orang tuanya untukku."
حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ وَهَدِيَّةُ بْنُ عَبْدِ الْوَهَّابِ قَالَا حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَتْ عَائِشُةُ
يَا عُرْوَةُ كَانَ أَبَوَاكَ مِنْ الَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِلَّهِ وَالرَّسُولِ مِنْ بَعْدِ مَا أَصَابَهُمْ الْقَرْحُ أَبُو بَكْرٍ وَالزُّبَيْرُ
Telah menceritakan kepada kami Hisyam bin 'Ammar dan Hadiyah bin Abdul Wahhab keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Sufyan bin Uyainah dari Hisyam bin Urwah dari Bapaknya ia berkata; Aisyah berkata; "Wahai Urwah, kedua orang tuamu termasuk orang yang menjawab seruan Allah dan Rasul setelah tertimpa luka; yaitu Abu Bakar dan Zubair."
Kitab Sunan Ibnu Majah

Thursday, August 22, 2013

Keutamaan Ali bin Ali Thalib radhiallahu 'anhu

فضل علي بن أبي طالب رضي الله عنه

Keutamaan Ali bin Ali Thalib radhiallahu 'anhu 

hadits

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ وَأَبُو مُعَاوِيَةَ وعَبْدُ اللَّهِ بْنُ نُمَيْرٍ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ عَدِيِّ بْنِ ثَابِتٍ عَنْ زِرِّ بْنِ حُبَيْشٍ عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
عَهِدَ إِلَيَّ النَّبِيُّ الْأُمِّيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ لَا يُحِبُّنِي إِلَّا مُؤْمِنٌ وَلَا يُبْغِضُنِي إِلَّا مُنَافِقٌ
Telah menceritakan kepada kami Ali bin Muhammad berkata, telah menceritakan kepada kami Waki' dan Abu Mu'awiyah dan Abdullah bin Numair dari Al A'masy dari Adi bin Tsabit dari Zirri bin Hubaisy dari Ali radliallahu 'anhu ia berkata; "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, al ummi (seorang yang buta aksara) memberikan janji kepadaku, bahwasanya tidak akan mencintaiku kecuali orang beriman dan tidak akan membenciku kecuali orang munafik."
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ سَعْدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ قَالَ سَمِعْتُ إِبْرَاهِيمَ بْنَ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ يُحَدِّثُ عَنْ أَبِيهِ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ لِعَلِيٍّ أَلَا تَرْضَى أَنْ تَكُونَ مِنِّي بِمَنْزِلَةِ هَارُونَ مِنْ مُوسَى
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyar berkata, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far berkata, telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Sa'd bin Ibrahim ia berkata; aku mendengar Ibrahim bin Sa'id bin Abu Waqqash menceritakan dari Bapaknya dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, bahwasanya beliau bersabda kepada Ali: "Apakah kamu tidak ridla, jika kedudukanmu di sisiku sebagaimana kedudukan Harun di sisi Musa."
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا أَبُو الْحُسَيْنِ أَخْبَرَنِي حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدِ بْنِ جُدْعَانَ عَنْ عَدِيِّ بْنِ ثَابِتٍ عَنْ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ
أَقْبَلْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَجَّتِهِ الَّتِي حَجَّ فَنَزَلَ فِي بَعْضِ الطَّرِيقِ فَأَمَرَ الصَّلَاةَ جَامِعَةً فَأَخَذَ بِيَدِ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَقَالَ أَلَسْتُ أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ قَالُوا بَلَى قَالَ أَلَسْتُ أَوْلَى بِكُلِّ مُؤْمِنٍ مِنْ نَفْسِهِ قَالُوا بَلَى قَالَ فَهَذَا وَلِيُّ مَنْ أَنَا مَوْلَاهُ اللَّهُمَّ وَالِ مَنْ وَالَاهُ اللَّهُمَّ عَادِ مَنْ عَادَاهُ
Telah menceritakan kepada kami Ali bin Muhammad berkata, telah menceritakan kepada kami Abul Husain berkata, telah mengabarkan kepadaku Hammad bin Salamah dari Ali bin Zaid bin Jud'an dari Adi bin Tsabit dari Barra` bin 'Azib ia menuturkan, "Kami bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berangkat haji diwaktu beliau melakukan haji. Lalu beliau singgah di tengah perjalanan, beliau lalu memerintahkan shalat berjama'ah. Kemudian beliau memegang tangan Ali radliallahu 'anhu dan bersabda: "Bukankah aku lebih utama bagi kaum mukmin dari pada jiwa-jiwa mereka?" Para sahabat menjawab; "Benar." Beliau melanjutkan kembali: "Bukankah aku lebih utama bagi seorang mukmin dari pada dirinya? Mereka menjawab; "Benar". Beliau bersabda: "Maka ini (Ali) merupakan wali bagi orang yang menjadikan aku sebagai walinya. Ya Allah, tolonglah orang yang mencintainya. Ya Allah, musuhilah orang yang memusuhinya."
حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي لَيْلَى حَدَّثَنَا الْحَكَمُ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى قَالَ
كَانَ أَبُو لَيْلَى يَسْمُرُ مَعَ عَلِيٍّ فَكَانَ يَلْبَسُ ثِيَابَ الصَّيْفِ فِي الشِّتَاءِ وَثِيَابَ الشِّتَاءِ فِي الصَّيْفِ فَقُلْنَا لَوْ سَأَلْتَهُ فَقَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ إِلَيَّ وَأَنَا أَرْمَدُ الْعَيْنِ يَوْمَ خَيْبَرَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أَرْمَدُ الْعَيْنِ فَتَفَلَ فِي عَيْنِي ثُمَّ قَالَ اللَّهُمَّ أَذْهِبْ عَنْهُ الْحَرَّ وَالْبَرْدَ قَالَ فَمَا وَجَدْتُ حَرًّا وَلَا بَرْدًا بَعْدَ يَوْمِئِذٍ وَقَالَ لَأَبْعَثَنَّ رَجُلًا يُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيُحِبُّهُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ لَيْسَ بِفَرَّارٍ فَتَشَرَّفَ لَهُ النَّاسُ فَبَعَثَ إِلَى عَلِيٍّ فَأَعْطَاهَا إِيَّاهُ
Telah menceritakan kepada kami Utsman bin Abu Syaibah berkata, telah menceritakan kepada kami Waki' berkata, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Laila berkata, telah menceritakan kepada kami Al Hakam dari Abdurrahman bin Abu Laila ia berkata; "Abu Laila berbincang-bincang dengan Ali. Dan Ali biasa memakai baju musim panas di saat musim dingin dan memakai baju musim dingin di saat musim panas. Maka kami bergumam; "Mari kita bertanya kepadanya." Dia menjawab; "Pada saat perang Khaibar, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengutusku, sementara aku sedang sakit mata. Aku berkata kepada Rasulullah; "Ya Rasulullah, sesungguhnya aku sedang sakit mata. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun meniup mataku seraya berdoa: "Ya Allah, jauhkan darinya panas dan dingin." Ali berkata; "Maka aku tidak mengalami panas dan juga dingin semenjak hari itu." Dan beliau bersabda: "Sungguh, aku akan mengutus seorang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya, serta bukan seorang yang penakut." Maka orang-orang berdesakan untuk mendapatkannya namun Rasul mengutus serta memberikan bendera kepadanya."
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُوسَى الْوَاسِطِيُّ حَدَّثَنَا الْمُعَلَّى بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَسَنُ وَالْحُسَيْنُ سَيِّدَا شَبَابِ أَهْلِ الْجَنَّةِ وَأَبُوهُمَا خَيْرٌ مِنْهُمَا
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Musa Al Wasithi berkata, telah menceritakan kepada kami Al Mu'alla bin Abdurrahman berkata, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Dzi`b dari Nafi' dari Ibnu Umar ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Hasan dan Husain adalah dua pemimpin para pemuda penghuni surga. Dan ayah keduanya lebih baik dari keduanya."
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَسُوَيْدُ بْنُ سَعِيدٍ وَإِسْمَعِيلُ بْنُ مُوسَى قَالُوا حَدَّثَنَا شَرِيكٌ عَنْ أَبِي إِسْحَقَ عَنْ حُبْشِيِّ بْنِ جُنَادَةَ قَالَ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ عَلِيٌّ مِنِّي وَأَنَا مِنْهُ وَلَا يُؤَدِّي عَنِّي إِلَّا عَلِيٌّ
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah dan Suwaid bin Sa'id dan Isma'il bin Musa mereka berkata; telah menceritakan kepada kami Syarik dari Abu Ishaq dari Hubsyi bin Junadah ia berkata; Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Ali adalah bagian dariku dan aku adalah bagian dari Ali. Dan tidak ada yang menunaikan kewajibanku kecuali Ali."
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَعِيلَ الرَّازِيُّ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى أَنْبَأَنَا الْعَلَاءُ بْنُ صَالِحٍ عَنْ الْمِنْهَالِ عَنْ عَبَّادِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ
قَالَ عَلِيٌّ أَنَا عَبْدُ اللَّهِ وَأَخُو رَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا الصِّدِّيقُ الْأَكْبَرُ لَا يَقُولُهَا بَعْدِي إِلَّا كَذَّابٌ صَلَّيْتُ قَبْلَ النَّاسِ بِسَبْعِ سِنِينَ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Isma'il Ar Razi berkata, telah menceritakan kepada kami Ubaidullah bin Musa berkata, telah memberitakan kepada kami 'Ala` bin Shalih dari Minhal dari 'Abbad bin Abdullah ia berkata; Ali berkata; "Aku adalah hamba Allah dan saudara Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, dan aku adalah Ash Shiddiq Al Akbar, tidak ada yang mengucapkannya setelahku kecuali seorang pendusta. Aku telah menegakkan shalat sebelum orang-orang, selama tujuh tahun."
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ مُسْلِمٍ عَنْ ابْنِ سَابِطٍ وَهُوَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ عَنْ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ قَالَ
قَدِمَ مُعَاوِيَةُ فِي بَعْضِ حَجَّاتِهِ فَدَخَلَ عَلَيْهِ سَعْدٌ فَذَكَرُوا عَلِيًّا فَنَالَ مِنْهُ فَغَضِبَ سَعْدٌ وَقَالَ تَقُولُ هَذَا لِرَجُلٍ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ كُنْتُ مَوْلَاهُ فَعَلِيٌّ مَوْلَاهُ وَسَمِعْتُهُ يَقُولُ أَنْتَ مِنِّي بِمَنْزِلَةِ هَارُونَ مِنْ مُوسَى إِلَّا أَنَّهُ لَا نَبِيَّ بَعْدِي وَسَمِعْتُهُ يَقُولُ لَأُعْطِيَنَّ الرَّايَةَ الْيَوْمَ رَجُلًا يُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
Telah menceritakan kepada kami Ali bin Muhammad berkata, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah berkata, telah menceritakan kepada kami Musa bin Muslim dari Ibnu Sabith -yaitu Abdurrahman- dari Sa'd bin Abu Waqqash ia menuturkan; Mu'awiyah tiba dari sebagian pelaksanaan ibadah hajinya, lalu masuklah Sa'd menemuinya, mereka memperbincangkan Ali dan menggunjingnya. Maka marahlah Sa'd seraya berkata: "Kamu katakan ini kepada seorang lelaki yang aku sendiri mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa menjadikan aku sebagai walinya, maka Ali (juga) walinya." Dan aku mendengarnya bersabda: "Kedudukanmu di sisiku sebagaimana kedudukan Harun di sisi Musa. Hanya saja tidak ada Nabi setelahku." Dan aku mendengarnya bersabda: "Sungguh aku akan memberikan bendera pada hari ini kepada seorang lelaki yang mencintai Allah dan Rasul-Nya."
Kitab Sunan Ibnu Majah

Keutamaan Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu

فضل عثمان بن عفان رضي الله عنه

Keutamaan Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu

hadits

حَدَّثَنَا أَبُو مَرْوَانَ مُحَمَّدُ بْنُ عُثْمَانَ الْعُثْمَانِيُّ حَدَّثَنَا أَبِي عُثْمَانُ بْنُ خَالِدٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِكُلِّ نَبِيٍّ رَفِيقٌ فِي الْجَنَّةِ وَرَفِيقِي فِيهَا عُثْمَانُ بْنُ عَفَّانَ
Telah menceritakan kepada kami Abu Marwan Muhammad bin Utsman Al Utsmani berkata, telah menceritakan kepada kami bapakku Utsman bin Khalid dari Abdurrahman bin Abu Zinad dari Bapaknya dari Al A'raj dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Setiap Nabi memiliki teman karib di surga, dan teman karibku di surga adalah Utsman bin 'Affan."
حَدَّثَنَا أَبُو مَرْوَانَ مُحَمَّدُ بْنُ عُثْمَانَ الْعُثْمَانِيُّ حَدَّثَنَا أَبِي عُثْمَانُ بْنُ خَالِدٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَقِيَ عُثْمَانَ عِنْدَ بَابِ الْمَسْجِدِ فَقَالَ يَا عُثْمَانُ هَذَا جِبْرِيلُ أَخْبَرَنِي أَنَّ اللَّهَ قَدْ زَوَّجَكَ أُمَّ كُلْثُومٍ بِمِثْلِ صَدَاقِ رُقَيَّةَ عَلَى مِثْلِ صُحْبَتِهَا
Telah menceritakan kepada kami Abu Marwan Muhammad bin Utsman Al Utsmani berkata, telah menceritakan kepada kami Utsman bin Khalid dari Abdurrahman bin Abu Zinad dari Bapaknya dari Al A'raj dari Abu Hurairah berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bertemu Utsman di depan pintu masjid, kemudian beliau bersabda: "Wahai Utsman, ini adalah Jibril, dia mengabarkan kepadaku bahwa Allah telah menikahkanmu dengan Ummu Kultsum dengan mahar seperti yang diberikan kepada Ruqayyah dan sebagaimana kamu hidup bersamanya."
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ إِدْرِيسَ عَنْ هِشَامِ بْنِ حَسَّانَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ عَنْ كَعْبِ بْنِ عُجْرَةَ قَالَ
ذَكَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِتْنَةً فَقَرَّبَهَا فَمَرَّ رَجُلٌ مُقَنَّعٌ رَأْسُهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَذَا يَوْمَئِذٍ عَلَى الْهُدَى فَوَثَبْتُ فَأَخَذْتُ بِضَبْعَيْ عُثْمَانَ ثُمَّ اسْتَقْبَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ هَذَا قَالَ هَذَا
Telah menceritakan kepada kami Ali bin Muhammad berkata, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Idris dari Hisyam bin Hassan dari Muhammad bin Sirin dari Ka'ab bin Ujrah ia berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyebutkan fitnah dan mengisyaratkan semakin dekat kedatangannya. Lalu lewatlah seorang lelaki yang memakai caping, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun bersabda: "Orang ini suatu hari nanti akan berada di atas petunjuk." Maka aku melompat dan menarik kedua lengan Utsman dan kembali menghadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam seraya berkata; "Orang ini! " beliau bersabda: "Orang ini."
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ حَدَّثَنَا الْفَرَجُ بْنُ فَضَالَةَ عَنْ رَبِيعَةَ بْنِ يَزِيدَ الدِّمَشْقِيِّ عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا عُثْمَانُ إِنْ وَلَّاكَ اللَّهُ هَذَا الْأَمْرَ يَوْمًا فَأَرَادَكَ الْمُنَافِقُونَ أَنْ تَخْلَعَ قَمِيصَكَ الَّذِي قَمَّصَكَ اللَّهُ فَلَا تَخْلَعْهُ يَقُولُ ذَلِكَ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ
قَالَ النُّعْمَانُ فَقُلْتُ لِعَائِشَةَ مَا مَنَعَكِ أَنْ تُعْلِمِي النَّاسَ بِهَذَا قَالَتْ أُنْسِيتُهُ
Telah menceritakan kepada kami Ali bin Muhammad berkata, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah berkata, telah menceritakan kepada kami Al Faraj bin Fadlalah dari Rabi'ah bin Yazid Ad Dimasyqi dari An Nu'man bin Basyir dari Aisyah ia menuturkan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Wahai Utsman, jika pada suatu hari nanti Allah menguasakanmu atas perkara ini, lalu orang-orang munafik ingin agar engkau melepaskan jubah yang Allah telah memakaikannya untukmu, maka janganlah engkau lakukan." Beliau ulangi hal itu hingga tiga kali." An Nu'man berkata; Aku bertanya kepada Aisyah; "Apa yang menyebabkanmu tidak memberitahukan kepada orang-orang seputar masalah ini?" Aisyah berkata; "Aku dijadikan lupa kepadanya."
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ وَعَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَا حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ أَبِي خَالِدٍ عَنْ قَيْسِ بْنِ أَبِي حَازِمٍ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَرَضِهِ وَدِدْتُ أَنَّ عِنْدِي بَعْضَ أَصْحَابِي قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلَا نَدْعُو لَكَ أَبَا بَكْرٍ فَسَكَتَ قُلْنَا أَلَا نَدْعُو لَكَ عُمَرَ فَسَكَتَ قُلْنَا أَلَا نَدْعُو لَكَ عُثْمَانَ قَالَ نَعَمْ فَجَاءَ فَخَلَا بِهِ فَجَعَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكَلِّمُهُ وَوَجْهُ عُثْمَانَ يَتَغَيَّرُ
قَالَ قَيْسٌ فَحَدَّثَنِي أَبُو سَهْلَةَ مَوْلَى عُثْمَانَ أَنَّ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ قَالَ يَوْمَ الدَّارِ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَهِدَ إِلَيَّ عَهْدًا فَأَنَا صَائِرٌ إِلَيْهِ وَقَالَ عَلِيٌّ فِي حَدِيثِهِ وَأَنَا صَابِرٌ عَلَيْهِ قَالَ قَيْسٌ فَكَانُوا يُرَوْنَهُ ذَلِكَ الْيَوْمَ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdullah bin Numair dan Ali bin Muhammad keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Waki' berkata, telah menceritakan kepada kami Isma'il bin Abu Khalid dari Qais bin Abu Hazim dari Aisyah ia menuturkan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda diwaktu sakitnya: "Ingin rasanya jika sebagian sahabatku ada di sisiku." Kami lalu bertanya; "Ya Rasulullah, apakah perlu kami memanggil Abu Bakar untukmu?" Beliau terdiam. Kami bertanya lagi; "Apakah perlu kami memanggil Umar untukmu?" Beliau masih terdiam. Kami lalu bertanya lagi; "Apakah perlu kami memanggil Utsman untukmu?" Beliau menjawab: "Ya." Lalu Utsman pun datang dan menyendiri dengannya. Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berbicara kepadanya, hingga wajah Utsman berubah." Qais berkata; "Telah menceritakan kepadaku Abu Sahlah mantan budak Utsman, Utsman bin 'Affan berkata di hari pengepungan rumahnya; "Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah menjanjikan kepadaku sebuah janji dan aku akan tetap memegang janji itu." Dan Ali menyebutkan dalam haditsnya; "Aku akan bersabar di atasnya". Qais berkata; "Maka mereka membunuhnya pada hari itu."
Kitab Sunan Ibnu Majah

Sunday, August 18, 2013

Keutamaan Umar bin Khatab radhiallahu 'anhu

فضل عمر بن الخطاب رضي الله عنه

Keutamaan Umar bin Khatab radhiallahu 'anhu

hadits

حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ مُحَمَّدٍ الطَّلْحِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ خِرَاشٍ الْحَوْشَبِيُّ عَنْ الْعَوَّامِ بْنِ حَوْشَبٍ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ
لَمَّا أَسْلَمَ عُمَرُ نَزَلَ جِبْرِيلُ فَقَالَ يَا مُحَمَّدُ لَقَدْ اسْتَبْشَرَ أَهْلُ السَّمَاءِ بِإِسْلَامِ عُمَرَ
Telah menceritakan kepada kami Isma'il bin Muhammad Ath Thalhi berkata, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Khirasy Al Hausyabi dari Al 'Awwam bin Hausyab dari Mujahid dari Ibnu Abbas ia berkata; " Tatkala Umar masuk Islam, Jibril turun seraya berkata: "Wahai Muhammad, penduduk langit telah berbahagia dengan keIslaman Umar."
حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ مُحَمَّدٍ الطَّلْحِيُّ أَنْبَأَنَا دَاوُدُ بْنُ عَطَاءٍ الْمَدِينِيُّ عَنْ صَالِحِ بْنِ كَيْسَانَ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوَّلُ مَنْ يُصَافِحُهُ الْحَقُّ عُمَرُ وَأَوَّلُ مَنْ يُسَلِّمُ عَلَيْهِ وَأَوَّلُ مَنْ يَأْخُذُ بِيَدِهِ فَيُدْخِلُهُ الْجَنَّةَ
Telah menceritakan kepada kami Isma'il bin Muhammad Ath Thalhi berkata, telah memberitakan kepada kami Daud bin 'Atho` Al Madani dari Shalih bin Kaisan dari Ibnu Syihab dari Sa'id bin Al Musayyab dari Ubai bin Ka'ab ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Orang pertama kali yang dijabat oleh Al Haq adalah Umar, dia orang pertama yang diberi salam dan orang pertama yang digandeng tangannya kemudian dimasukkan ke surga."
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدٍ أَبُو عُبَيْدٍ الْمَدِينِيُّ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ الْمَاجِشُونِ قَالَ حَدَّثَنِي الزَّنْجِيُّ بْنُ خَالِدٍ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ بِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ خَاصَّةً
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ubaid Abu Ubaid Al Madini ia berkata; telah menceritakan kepada kami Abdul Malik Al Majisyun ia berkata; telah menceritakan kepadaku Al Zanji bin Khalid dari Hisyam bin Urwah dari Bapaknya dari Aisyah ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Ya Allah muliakanlah Islam dengan perantaraan Umar bin Khaththab secara khusus."
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَلَمَةَ قَالَ سَمِعْتُ عَلِيًّا يَقُولُ
خَيْرُ النَّاسِ بَعْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَبُو بَكْرٍ وَخَيْرُ النَّاسِ بَعْدَ أَبِي بَكْرٍ عُمَرُ
Telah menceritakan kepada kami Ali bin Muhammad berkata, telah menceritakan kepada kami Waki' berkata, telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari 'Amru bin Murrah dari Abdullah bin Salamah ia berkata; Aku mendengar Ali berkata; "Sebaik-baik manusia setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah Abu Bakar, dan sebaik-baik manusia setelah Abu Bakar adalah Umar."
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْحَارِثِ الْمِصْرِيُّ أَنْبَأَنَا اللَّيْثُ بْنُ سَعْدٍ حَدَّثَنِي عُقَيْلٌ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ أَخْبَرَنِي سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ
كُنَّا جُلُوسًا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ بَيْنَا أَنَا نَائِمٌ رَأَيْتُنِي فِي الْجَنَّةِ فَإِذَا أَنَا بِامْرَأَةٍ تَتَوَضَّأُ إِلَى جَانِبِ قَصْرٍ فَقُلْتُ لِمَنْ هَذَا الْقَصْرُ فَقَالَتْ لِعُمَرَ فَذَكَرْتُ غَيْرَتَهُ فَوَلَّيْتُ مُدْبِرًا قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ فَبَكَى عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ فَقَالَ أَعَلَيْكَ بِأَبِي وَأُمِّي يَا رَسُولَ اللَّهِ أَغَارُ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Harits Al Mishri berkata, telah memberitakan kepada kami Laits bin Sa'd berkata, telah menceritakan kepadaku Uqail dari Ibnu Syihab berkata, telah mengabarkan kepadaku Sa'id bin Musayyab bahwa Abu Hurairah berkata; Tatkala kami sedang duduk bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Ketika aku tidur, aku melihat diriku di dalam surga, rupanya di sana ada seorang perempuan yang sedang berwudlu di samping sebuah istana, maka aku bertanya: 'Kepunyaan siapa istana ini? ' Perempuan itu menjawab: 'Milik Umar.' Maka aku teringat kecemburuannya, kemudian aku berbalik memutar." Abu Hurairah berkata; Maka menangislah Umar bin Khaththab sambil berkata: "ayah dan ibuku sebagai tebusanmu, apakah kepadamu aku cemburu?"
حَدَّثَنَا أَبُو سَلَمَةَ يَحْيَى بْنُ خَلَفٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْأَعْلَى عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِسْحَقَ عَنْ مَكْحُولٍ عَنْ غُضَيْفِ بْنِ الْحَارِثِ عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ اللَّهَ وَضَعَ الْحَقَّ عَلَى لِسَانِ عُمَرَ يَقُولُ بِهِ
Telah menceritakan kepada kami Abu Salamah Yahya bin Khalaf berkata, telah menceritakan kepada kami Abdul A'la dari Muhammad bin Ishaq dari Makhul dari Ghudlaif bin Al Harits dari Abu Dzar ia berkata; Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya Allah meletakkan kebenaran pada lisan Umar yang senantiasa dia ucapkan."
Kitab Sunan Ibnu Majah

Keutamaan Abu Bakar Ash Shiddiq radhiallahu 'anhu

فضل أبي بكر الصديق رضي الله عنه

Keutamaan Abu Bakar Ash Shiddiq radhiallahu 'anhu

hadits

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُرَّةَ عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلَا إِنِّي أَبْرَأُ إِلَى كُلِّ خَلِيلٍ مِنْ خُلَّتِهِ وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا خَلِيلًا لَاتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ خَلِيلًا إِنَّ صَاحِبَكُمْ خَلِيلُ اللَّهِ قَالَ وَكِيعٌ يَعْنِي نَفْسَهُ
Telah menceritakan kepada kami Ali bin Muhammad berkata, telah menceritakan kepada kami Waki' berkata, telah menceritakan kepada kami Al A'masy dari Abdullah bin Murrah dari Abul Ahwash dari Abdullah ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: " Ketahuilah, sungguh aku adalah orang yang paling berlaku baik kepada setiap kekasihnya. Sekiranya aku dibolehkan mengambil seorang kekasih, niscaya aku akan menjadikan Abu Bakar sebagai kekasih. Sesungguhnya sahabat kalian ini adalah kekasih Allah". Waki' berkata; "Maksudnya adalah dirinya sendiri."
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَعَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَا حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ قَالَ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا نَفَعَنِي مَالٌ قَطُّ مَا نَفَعَنِي مَالُ أَبِي بَكْرٍ فَبَكَى أَبُو بَكْرٍ وَقَالَ هَلْ أَنَا وَمَالِي إِلَّا لَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah dan Ali bin Muhammad, keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah berkata; telah menceritakan kepada kami Al A'masy dari Abu Shalih dari Abu Hurairah ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: " Tidak ada harta yang dapat memberiku manfa'at sebagaimana harta Abu Bakar, " maka menangislah Abu Bakar, dan berkata; "Wahai Rasulullah, bukankah aku dan juga hartaku adalah milikmu."
حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ الْحَسَنِ بْنِ عُمَارَةَ عَنْ فِرَاسٍ عَنْ الشَّعْبِيِّ عَنْ الْحَارِثِ عَنْ عَلِيٍّ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ سَيِّدَا كُهُولِ أَهْلِ الْجَنَّةِ مِنْ الْأَوَّلِينَ وَالْآخِرِينَ إِلَّا النَّبِيِّينَ وَالْمُرْسَلِينَ لَا تُخْبِرْهُمَا يَا عَلِيُّ مَا دَامَا حَيَّيْنِ
Telah menceritakan kepada kami Hisyam bin 'Ammar berkata, telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Al Hasan bin Umarah dari Firas dari Asy Sya'bi dari Al Harits dari Ali ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: " Abu Bakar dan Umar adalah pemimpin orang-orang dewasa penduduk surga dari golongan terdahulu maupun yang terakhir, kecuali para nabi dan rasul. Wahai Ali, janganlah engkau beritahu selama keduanya masih hidup."
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ وَعَمْرُو بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَا حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ عَطِيَّةَ بْنِ سَعْدٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَهْلَ الدَّرَجَاتِ الْعُلَى يَرَاهُمْ مَنْ أَسْفَلَ مِنْهُمْ كَمَا يُرَى الْكَوْكَبُ الطَّالِعُ فِي الْأُفُقِ مِنْ آفَاقِ السَّمَاءِ وَإِنَّ أَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ مِنْهُمْ وَأَنْعَمَا
Telah menceritakan kepada kami Ali bin Muhammad dan 'Amru bin Abdullah keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Waki' berkata, telah menceritakan kepada kami Al A'masy dari 'Athiyyah bin Sa'd dari Abu Sa'id Al Khudri ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: " Sesungguhnya penghuni surga yang paling tinggi derajatnya bisa dilihat oleh orang-orang yang ada di bawah mereka, sebagaimana terlihatnya bintang yang terbit di ujung langit. Dan sungguh, Abu Bakr dan Umar termasuk dari mereka yang mendapat nikmat tersebut."
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ ح وَحَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا مُؤَمَّلٌ قَالَا حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عُمَيْرٍ عَنْ مَوْلًى لِرِبْعِيِّ بْنِ حِرَاشٍ عَنْ رِبْعِيِّ بْنِ حِرَاشٍ عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي لَا أَدْرِي مَا قَدْرُ بَقَائِي فِيكُمْ فَاقْتَدُوا بِاللَّذَيْنِ مِنْ بَعْدِي وَأَشَارَ إِلَى أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ
Telah menceritakan kepada kami Ali bin Muhammad berkata, telah menceritakan kepada kami Waki'. Dan menurut jalur yang lain; Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar berkata, telah menceritakan kepada kami Mu`ammal keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Abdul Malik bin Umair dari mantan budak Rib'i bin Hirasy dari Rib'i bin Hirasy dari Hudzaifah bin Al Yaman ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya aku tidak tahu berapa lama aku akan (hidup) bersama kalian, maka ikutilah dua orang setelahku". Beliau lalu menunjuk kepada Abu Bakr dan Umar.
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ آدَمَ حَدَّثَنَا ابْنُ الْمُبَارَكِ عَنْ عُمَرَ بْنِ سَعِيدِ بْنِ أَبِي حُسَيْنٍ عَنْ ابْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ قَالَ سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ يَقُولُ
لَمَّا وُضِعَ عُمَرُ عَلَى سَرِيرِهِ اكْتَنَفَهُ النَّاسُ يَدْعُونَ وَيُصَلُّونَ أَوْ قَالَ يُثْنُونَ وَيُصَلُّونَ عَلَيْهِ قَبْلَ أَنْ يُرْفَعَ وَأَنَا فِيهِمْ فَلَمْ يَرُعْنِي إِلَّا رَجُلٌ قَدْ زَحَمَنِي وَأَخَذَ بِمَنْكِبِي فَالْتَفَتُّ فَإِذَا عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ فَتَرَحَّمَ عَلَى عُمَرَ ثُمَّ قَالَ مَا خَلَّفْتُ أَحَدًا أَحَبَّ إِلَيَّ أَنْ أَلْقَى اللَّهَ بِمِثْلِ عَمَلِهِ مِنْكَ وَايْمُ اللَّهِ إِنْ كُنْتُ لَأَظُنُّ لَيَجْعَلَنَّكَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ مَعَ صَاحِبَيْكَ وَذَلِكَ أَنِّي كُنْتُ أَكْثَرُ أَنْ أَسْمَعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ ذَهَبْتُ أَنَا وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ وَدَخَلْتُ أَنَا وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ وَخَرَجْتُ أَنَا وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ فَكُنْتُ أَظُنُّ لَيَجْعَلَنَّكَ اللَّهُ مَعَ صَاحِبَيْكَ
Telah menceritakan kepada kami Ali bin Muhammad berkata, telah menceritakan kepada kami Yahya bin Adam berkata, telah menceritakan kepada kami Ibnu Mubarak dari Umar bin Sa'id bin Abu Husain dari Ibnu Abu Mulaikah ia berkata; aku mendengar Ibnu Abbas berkata; "Tatkala Umar diletakkan di atas pembaringannya, orang-orang mengafani, mendoakan dan menshalatkannya, atau Ibnu Abbas mengatakan; "memuji dan menshalatkannya sebelum diangkat, sedang pada waktu itu aku berada di antara mereka. Tidak ada yang memperhatikanku kecuali seseorang yang memepet dan memegang pundakku. Ketika aku menoleh ternyata ia adalah Ali bin Abu Thalib. Dia mengucapkan; "Rahimahullah" (semoga Allah merahmatinya) kepada Umar. Kemudian ia berkata; "Tidak ada seorangpun yang aku tinggalkan, yang lebih aku sukai jika bertemu dengan Allah amalku seperti amalannya selain kamu. Demi Allah, aku yakin Allah akan menjadikanmu bersama dengan kedua sahabatmu. Hal itu karena aku sering mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam selalu menyebut-nyebut: " Aku pergi bersama Abu Bakar dan Umar. Aku masuk bersama Abu Bakar dan Umar. Dan aku keluar bersama Abu Bakar dan Umar" Maka aku yakin Allah pasti akan menjadikanmu bersama dengan kedua sahabatmu."
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مَيْمُونٍ الرَّقِّيُّ حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ إِسْمَعِيلَ بْنِ أُمَيَّةَ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ
خَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ فَقَالَ هَكَذَا نُبْعَثُ
Telah menceritakan kepada kami Ali bin Maimun Ar Raqqi berkata, telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Maslamah dari Isma'il bin Umaiyah dari Nafi' dari Ibnu Umar ia berkata; "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam keluar di antara Abu Bakar dan Umar seraya bersabda: " Seperti ini kami akan dibangkitkan."
حَدَّثَنَا أَبُو شُعَيْبٍ صَالِحُ بْنُ الْهَيْثَمِ الْوَاسِطِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْقُدُّوسِ بْنُ بَكْرِ بْنِ خُنَيْسٍ حَدَّثَنَا مَالِكُ بْنُ مِغْوَلٍ عَنْ عَوْنِ بْنِ أَبِي جُحَيْفَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ سَيِّدَا كُهُولِ أَهْلِ الْجَنَّةِ مِنْ الْأَوَّلِينَ وَالْآخِرِينَ إِلَّا النَّبِيِّينَ وَالْمُرْسَلِينَ
Telah menceritakan kepada kami Abu Syu'aib Shalih bin Al Haitsam Al Wasithi berkata, telah menceritakan kepada kami Abdul Qudus bin Bakr bin Khunais berkata, telah menceritakan kepada kami Malik bin Mighwal dari 'Aun bin Abu Juhaifah dari Bapaknya ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: " Abu Bakar dan Umar merupakan pemimpin surga bagi yang sebaya baik dari golongan terdahulu maupun yang terakhir, kecuali para Nabi dan Rasul."
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدَةَ وَالْحُسَيْنُ بْنُ الْحَسَنِ الْمَرْوَزِيُّ قَالَا حَدَّثَنَا الْمُعْتَمِرُ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ حُمَيْدٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ
قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ النَّاسِ أَحَبُّ إِلَيْكَ قَالَ عَائِشَةُ قِيلَ مِنْ الرِّجَالِ قَالَ أَبُوهَا
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin 'Abdah dan Al Husain bin Al Hasan Al Marwazi keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Al Mu'tamir bin Sulaiman dari Humaid dari Anas bin Malik ia berkata; Rasulullah ditanya; "Siapakah orang yang paling engkau cintai?" beliau menjawab: "Aisyah." Kemudian beliau ditanya lagi; "Dari kaum lelaki?" beliau menjawab: "Ayahnya."
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ أَخْبَرَنِي الْجُرَيْرِيُّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ شَقِيقٍ قَالَ قُلْتُ لِعَائِشَةَ
أَيُّ أَصْحَابِهِ كَانَ أَحَبَّ إِلَيْهِ قَالَتْ أَبُو بَكْرٍ قُلْتُ ثُمَّ أَيُّهُمْ قَالَتْ عُمَرُ قُلْتُ ثُمَّ أَيُّهُمْ قَالَتْ أَبُو عُبَيْدَةَ
Telah menceritakan kepada kami Ali bin Muhammad berkata, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah berkata, telah mengabarkan kepadaku Al Juairi dari Abdullah bin Syaqiq ia berkata; Aku bertanya kepada Aisyah; " Siapakah di antara sahabatnya yang paling beliau cintai?" ia menjawab; "Abu Bakar." Aku bertanya lagi; "Kemudian siapa?" ia menjawab; "Umar." Aku bertanya lagi; "Kemudian siapa?" ia menjawab; "Abu Ubaidah."
Kitab Sunan Ibnu Majah

Friday, August 16, 2013

Awali Buka Qur'an dengan "Marah", Islam Akhiri Filosofi Myriam

kisah mualaf
Bagi Myriam Francois Cerrah, Alquran adalah puncak perenungan filosofisnya. Alquran pula yang kemudian mengantarkannya pada Islam.

Myriam Francois Cerrah Mahasiswa pascasarjana Oxford University bidang Politik Timur Tengah ini memeluk Islam pada tahun 2003 saat berusia 21. Padahal, sarjana filsafat lulusan Universitas Cambridge ini mulai membuka Alquran dengan "marah".

Ia berdiskusi soal Tuhan dengan teman kuliahnya. Sang teman, menggunakan dalil ketuhanan sesuai apa yang disebutkan dalam konsep Islam.

"Saya mempelajarinya sebagai bagian dari upaya untuk membuktikan pendapat teman saya yang seorang Muslim itu salah," ujarnya.

Kemudian ia mulai membaca dengan pikiran yang lebih terbuka. Pembukaan Al Fatihah, dengan alamat untuk seluruh umat manusia, mencengangkannya.

"Dalam Islam, seluruh tindakan manusia, dia sendiri yang akan menanggung konsekuensinya. Itulah pentingnya dia mengambil jalan lurus, jalan Tuhan," katanya.

Dalam dunia yang diatur oleh relativisme, katanya, maka hanya ada dua panduan: moral objektif dan landasan moralitas.

"Sebagai seseorang yang selalu memiliki minat dalam filsafat, Alquran terasa seperti puncak dari semua renungan filosofis saya. Hal ini dikombinasikan Kant, Hume, Sartre dan Aristoteles. Entah bagaimana berhasil menjawab pertanyaan-pertanyaan filosofis mendalam yang diajukan selama berabad-abad tentang eksistensi manusia dan menjawab satu yang paling mendasar, "mengapa kita di sini?" katanya.

Tentang Nabi Muhammad, Cerrah mengenalinya sebagai seorang pria yang ditugaskan dengan misi penting, seperti para pendahulunya, Musa, Isa, dan Ibrahim.

Makin lama ia belajar Alquran, makin besar keinginannya untuk menganut agama Islam. Tujuan semula, mendebat argumentasi temannya, berubah menjadi pengakuan, "Kamu benar tentang agamamu!"

Tak mau buang waktu, ia segera bersyahadat. "Beberapa teman dekat saya melakukan yang terbaik untuk mendukung saya dan memahami keputusan saya. Saya tetap sangat dekat dengan beberapa teman masa kecil saya dan melalui mereka saya mengakui universalitas pesan Ilahi, bahwa nilai-nilai Tuhan bersinar melalui perbuatan baik manusia, Muslim maupun bukan," katanya.

Ia menyatakan, konversi keimanannya bukan sebagai 'reaksi' terhadap, atau oposisi terhadap budaya Barat. "Sebaliknya, itu merupakan validasi dari apa yang selalu saya pikirkan," ujarnya, seraya mengkritik beberapa masjid di Inggris yang menutup pintu dialog tentang ketuhanan dan terlalu dogmatis.

"Catat: aturan dan protokol mereka banyak yang membingungkan dan malah bikin stres."

Aku tidak segera mengidentifikasi dengan komunitas Muslim. Saya menemukan banyak hal aneh dan banyak sikap membingungkan. Perhatian yang diberikan kepada luar atas ke dalam terus masalah saya sangat.

Menurutnya, adalah tugas Muslim untuk membuat Islam tampil tidak sebagai agama yang asing. Dan kini, ia menjadi bagian untuk turut mengemban tugas itu.

"Menjadi Muslim, tidak berarti kita kehilangan semua jejak diri kita sendiri. Islam adalah validasi yang baik dalam diri kita dan sarana untuk memperbaiki yang buruk," katanya. 

Thursday, August 15, 2013

Bedah Kitab Tanwirul Qulub

kitab kuning
Kitab Tanwir al Qulub fi Muamalati Allami al Ghuyub adalah sebuah kitab yang masyhur di dunia Islam. Kitab ini adalah salah satu ‘kitab wajib’ yang dipelajari pada hampir seluruh pesantren di Indonesia. Penulisnya adalah Syaikh Muhammad Amin al Kurdi yang kadang-kala juga disebut Syaikh Sulaiman al Kurdi. Beliau dilahirkan pada paruh kedua abad ke-13 di kota Irbil dekat kota Moshul di Irak, sebuah kota yang cukup populer terutama setelah serangan dan pendudukan Amerika Serikat atas negeri itu.

Ayah beliau adalah seorang Ulama Besar, pemuka dalam Thariqat al Qadiriyah, sebuah thariqat yang telah dirintis oleh Syaikh Abdul Qadir al Jaelani. Guru beliau yang terkenal adalah Syaikh al Quthub, Mulana Umar, seorang wali Allah yang tinggal  di Irbil, Irak. Guru beliau inilah yang banyak menggembleng beliau dengan ilmu-ilmu syari’at dan thariqat, sehingga membuat beliau memiliki dasar yang kuat dalam ilmu lahir dan batin.

Syaikh Amin al Kurdi adalah seorang pelajar yang gigih, di mana masa mudanya dihabiskan untuk belajar berbagai disiplin ilmu agama dari guru-guru besar yang masyhur pada zaman beliau. Setelah menamatkan pelajaran di Irbil beliau memulai perjalanan spiritual mengunjungi orang-orang shalih dan makam orang-orang shalih. Kemudian dengan bekal tawakkal kepada Allah dan doa dari para guru, beliau memulai perjalanan ke Hijaz dengan menumpang kapal laut dari kota Basrah, Irak. Beliau tinggal di Mekkah belajar dari guru-guru terkemuka di Mekkah dan tenggelam dalam berbagai amal sholih. Pada tahun 1300 H. beliau berangkat ke Madinah dan menetap di sana, belajar dan menempa rohani di Baqi’ dan jabal Uhud.

Pada akhir usia beliau, beliau pindah ke Mesir karena didorong rasa rindu dan cinta kepada para Ahlul Bait Rasulullah SAW., yang saat itu sangat banyak menetap di Mesir, ketimbang di Mekkah dan Madinah sendiri. Saat menetap di Mesir inilah beliau meneguk habis pelajaran-pelajaran berharga dari kitab fiqih as Syafi’i dan kitab-kitab hadis yang utama. Tercatat guru beliau dalam fiqih adalah: Syaikh Asymuni dan Syaikh Musthafa ‘Izz as Syafi’i, dua orang ulama Universitas Al- Azhar paling terkemuka di zaman itu di Mesir. Dalam ilmu hadis beliau belajar dari Syaikh Samin al Bisyri, serta para Masyaikh di al Azhar dengan menamatkan kitab Shohih Bukhari dan Muslim, Musnad as Syafii, al Muatha’ Imam Maliki, serta Tafsir Baidhawi.

Beliau diangkat sebagai Syaikh Besar pada thariqat al Khalidiyah dan Naqsyabandiyah di Mesir. Kemasyhuran beliau menyinari seluruh Mesir sebagai Ulama ahli Fiqih madzhab Syafi’i dan Syaikh Besar Thariqat Naqsyabandi. Dan, beliau wafat pada tahun 1332 H. dan dimakamkan di sebelah makam dua Imam besar dunia, Imam Jalaluddin al Mahali dan Imam Tajuddin as Subki.

Isi Kitab dan Pandangan Penulis

Kitab Tanwirul Qulub dibagi atas tiga bagian besar. Pertama, bagian Aqidah Biddiniyyah terdiri atas 3 bab. Kedua, bagian Fiqih terdiri atas 11 bab yang dibagi menjadi 94 pasal. Dan ketiga, bagian Tasawwuf dibagi atas 22 pasal.

Pada pembahasan akidah dengan terang-terangan beliau mengatakan bahwa pembahasan isi kitab hanya berdasarkan kepada ajaran akidah Ahlussunah wal Jama’ah al Asy’ariyah dan Maturidiyah saja dengan menyertakan dalil-dalil aqli dan naqli serta menolak suybhat yang dimunculkan oleh ajaran sesat di luar Ahlussunah (halaman 66).

Beliau mengatakan bahwa Allah memiliki 20 sifat yang wajib atas Allah antara lain: Wujud, Qidam, Baqa’, Mukhalafatuhu Lilhawadits, Qiyamuhu Binafsih, Wahdaniyah, Qudrat, Iradat, Ilmu, Hayat, Sama’, Bashr, Kalam, Qadirun, Muridun Alimun, Hayyun, Sami’un, Bashirun, Mutakalimun.

Dan 20 sifat yang Mustahil atas Allah antara lain: Adam, Huduts, Fana’, Mumatsalutuhu Lilhawadits, Qiyamuhu Bighayrih, Ta’addud, Ajz, Karahah, Jahil, Maut,  Saman, Umy, Bukm, Kaunuhu Ajizan, Kaunuhu Karihan, Kaunuhu Jahilan, Kaunuhu Mayyitan, Kaunuhu Asam, Kaunuhu A’ma, Kaunuhu Abkam

Adapun sifat Jaiz yaitu melakukan segala sesuatu yang mungkin atau meninggalkannya. Dalil atas sifat ini adalah surat Al Qashash ayat: 68 “dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya.”

Dalam bab Fiqih beliau menjelaskan dalam kitabnya secara lengkap pada hampir seluruh permasalah fiqih Imam Syafii. Meskipun pembahasannya tidak dilakukan secara panjang lebar namun mencukupi untuk bekal para pelajar pesantren memahami ilmu fiqih dalam mazhab Syafii, karena di samping cukup lengkap dalam berbagai permasalahan yang diperlukan, juga disertai dengan dalil-dalil pendukung dari ayat-ayat al Qur’an dan hadis-hadis nabi. Dibandingkan dengan kitab-kitab sejenisnya, misalnya kitab Kifayatul Akhyar karangan Imam Taqiyuddin, kitab Tanwirul Qulub ini memiliki keunggulan tersendiri. Di mana dalam kitab ini terdapat pembahasan bab Fara’idh (warisan) dengan cukup lumayan luas, yang tidak terdapat dalam kitab Kifayatul Akhyar itu.

Sedangkan dalam pembahasan Tasawwuf, beliau memulainya dengan pembahasan lima pokok yang menjadi sifat tasawwuf, yaitu: 1. Taqwa kepada Allah, wara’ dan istiqamah, 2. Mengikuti sunnah nabi perkataan dan perbuatannya, 3. Memalingkan diri dari makhluk, bersabar dan bertawakal kepada Allah, 4. Ridha, dan  5. Taubat dan Syukur kepada Allah.

Sedemikian kokohnya pemahaman beliau atas tiga prinsip dasar akidah, fiqih dan tashawwuf itu, sehingga beliau mengatakan dengan tegas bahwa telah menjadi keharusan atas umat yang hidup di akhir zaman ini untuk bertaqlid kepada Imam-Imam Mujtahid dari faham Ahlussunnah dan Imam madzhab yang Empat saja. Dengan mengikuti mereka berarti akan selamat dalam kehidupan beragama. Sebaliknya, beliau menegaskan bahwa barangsiapa yang tidak ikut salah seorang dari para Imam ini, (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali), dan mengucapkan bahwa dia terlepas dari Madzhab yang Empat serta hanya menggali langsung dari kitab al Qur’an dan Sunnah saja, maka orang tersebut tidak akan selamat, dan termasuk orang yang sesat lagi menyesatkan!

Menurut beliau, hal itu terjadi adalah karena keterbatasan waktu orang sekarang dalam memahamkan agama, serta banyaknya pengaruh rusak akibat lemahnya moralitas, kedurhakaan yang meluas, dan tingginya kecintaan pada hal-hal duniawiyah. Di samping tidak tersusun rapinya buku-buku pembahasan masalah agama di luar Madzhab yang Empat ini. Apalagi dilihat tentang kedalaman ilmu, jelas orang sekarang tertinggal jauh jika dibandingkan dengan ilmu para Imam Madzhab yang Empat. (Lihat Tanwirul Qulub, halaman 65-66,  cetakan Darul Kutubi al Ilmiyah, Beirut).  

Sanjungan dan Kritik

Kitab Tanwir al Qulub ini mendapat sanjungan yang luas dari kalangan ilmuwan di negeri Indonesia. Para ulama pesantren menjadikan kitab ini sebagai ‘kitab wajib’ untuk seluruh pelajar, terutama pesantren di tanah Jawa dan Sumatera. Di negeri Malaysia, kitab ini juga dipakai pada sekolah-sekolah Agama di sana dan sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu oleh Lembaga Bahasa milik Pemerintah Malaysia. Selain dipakai di pesantren, ternyata kitab ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Pustaka Hidayah, Bandung dengan judul Manusia Bumi Manusia Langit, Rahasia Menjadi Muslim Sempurna, terbit pada tahun 2010.

Demikian terkenalnya kitab ini di Indonesia, sehingga telah beredar tidak kurang dalam enam edisi cetakan dengan penerbit yang berbeda, meskipun kesemuanya masih dalam bahasa Arab, antara lain: Terbitan Maktabah Keluarga Semarang, Terbitan Surabaya, Terbitan Darul Kutubi al Arabiyah, Indonesia, Terbitan Darul Fikri, Mesir, Terbitan Maktabul Taufiqiyyah, dan terbitan Darul Kutubi al Ilmiyah, Beirut, Libanon, yang dilengkapi dengan catatan pinggir oleh Muhammad Riyadl. Sayangnya, edisi terjemahan dalam bahasa Indonesia hanya ada satu saja, dan itupun tidak dilengkapi dengan teks ayat-ayat al Qur’an dan hadis-hadis yang semestinya ada di dalamnya. Dengan keterbatasan ini, orang awam yang tidak mengerti bahasa Arab sangat sulit untuk menikmati apalagi memahamkan, dan meyakini  kitab penting ini.

Salah satu penyebab kitab ini masyhur dan tersebar di Indonesia adalah isi kandungannya yang bersesuaian dengan faham yang dianut oleh hampir seratus persen rakyat Indonesia. Dalam akidah misalnya, sudah dimaklumi bahwa faham masyarakat luas adalah faham Ahlussunnah Wal Jama’ah al Asy’ari, sedangkan dalam fikih juga dimaklumi bahwa hampir seratus persen bangsa Indonesia bermadzhab Imam Syafi’i. Sedangkan dalam bidang tashawwuf, mayoritas penganut tashawwuf di negeri ini adalah penganut thariqat Naqsyabandiyah dan Qadiriyah. Dan kalaupun mungkin ada orang tidak menganutnya, paling tidak masyarakat luas sudah menerima dan tidak menolak keberadaan aliran thariqat yang sudah dianggap mu’tabarah, dalam hal ini tentu termasuk ajaran tariqat an Naqsyabandiyah ini.

Kritik dan Kecaman

Secara umum kritik bahkan kecaman sudah sering dialamatkan kepada para penganut aqidah al Asy’ariyah dan khususnya para penganut ajaran thariqat. Sebut misalnya kitab Manhaj al Imam asy-Syafii fi Itsbati al Aqidah oleh Doktor Muhammad bin Abdul Wahab al Aqil, terbitan Maktabah Abwa asy Salaf, Riyadl, tahun 1998 M. Dalam edisi bahasa Indonesia, kitab ini diberi judul Manhaj Aqidah Imam asy-Syafi’i, penterjemah Nabhani Idris dan Saefuddin Zuhri, terbitan Pustaka Imam Syafi’i, tahun 2002.

Keberadaan kitab itu cukup menghebohkan para ulama Indonesia, bahkan juga masyarakat awam karena isinya dianggap sebagai pemelintiran terhadap Akidah Imam asy-Syafi’i yang dikenal murni pengikut generasi awal Salaf as Shalih, menjadi Akidah Salaf ajaran Ibnu Taimiyyah. Kini, beberapa ulama di Indonesia mulai membahas keberadaan kitab ini, bahkan beberapa di antaranya telah mulai menulis kitab sanggahan, antara lain, Syahamah Jakarta dan LBM Nadhatul Ulama Jember.

Kritik terhadap ajaran thariqat di Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir ini pun sudah sangat gencar dilakukan, terutama oleh para pengikut Mazhab Salafi Indonesia antara lain: Hartono Ahmad Jaiz dalam bukunya “Belitan Iblis”, dan buku “Kesesatan Tahlilan dan Yasinan”.  Juga Rapot Merah Aa Gym, MQ Dalam Penjara Tasawwuf, oleh Abdurrahman Al Mukaffi, (buku ini sudah penulis jawab dalam buku yang berjudul Salah Faham Penyakit Umat Islam Masa Kini). Dari luar negeri adalagi kitab terjemahan yang berjudul “Darah Hitam Tasawwuf” oleh Dr. Ilahi Dhohir. 

Namun secara spesifik, kritik terhadap kitab Tanwir al Qulub baru sekali dilontarkan oleh seorang ulama Timur Tengah bernama Muhammad Riyadl. Kitab tersebut berjudul Tanwir al Qulub fi Muamalati Allam al Ghuyub, terbitan Darul Kutub al Ilmiyah, Beirut  Lebanon, cetakan pertama tahun 1955 M. Di dalam kitabnya yang tebalnya mencapai 621 halaman ini, Muhammad Riyadl membantah, bahkan menyatakan sesat beberapa masalah yang telah dibahas oleh Syaikh Muhammad Amin al Kurdi. Kritikan terbanyak dilontarkan  terutama dalam pembahasan Aqidah (ushuluddin) dan Thariqat Naqsyabandi.

Salah satu kritikan Muhammad Riyadl yang agak keras adalah masalah sifat Wujud Allah, di mana beliau mengatakan wajib meyakini wujud Allah secara dhahiriyah apa yang tertulis pada ayat al Qur’an dengan menolak takwil. Sehingga jika ditanyakan di mana Allah, maka wajib menjawab Allah ada di seluruh tempat, tetapi keberadaan Allah di seluruh tempat itu adalah dengan Ilmu-Nya bukan dengan Dzat-Nya. Kemudian beliau mengatakan lagi, bahwa wajib meyakini Allah itu dengan Dzat-Nya bertempat di langit-Nya, di atas Arasy-Nya, di atas segala yang paling tinggi sesuai dengan Keperkasaan dan Keagungan-Nya! Sebagai penyokong pendapatnya ini dikemukakannya dalil “Dialah Tuhan yang di langit” (QS. Ah Zukhruf: 84) dan firman Allah: “Tuhan yang Ar Rahman duduk di atas Arasy” (QS. Thaha ayat: 5). (Lihat halaman  30)

Hal tersebut bertolak belakang dengan pemahaman Syaikh Amin al Kurdi yang meyakini Allah itu ada tanpa memerlukan tempat, tanpa memerlukan waktu, dan tidak memiliki pencipta, senada dengan pemahaman Ahlussunnah wal Jama’ah yang meyakini Allah maujud bi la makan, wa la zaman, (Allah ada tanpa tempat dan Allah ada tanpa waktu). Imam Hanafi, seorang Imam dari generasi Salaf as Shalih mengatakan dalam kitabnya al Washiyyah, :“Penduduk surga melihat Allah dengan pasti tanpa mensifati-Nya dengan sifat benda, tidak menyerupai makhluknya dan tanpa berada di satu arah pun ” (tidak di atas, tidak di bawah, tidak di kanan, tidak di kiri, tidak di bumi dan tidak di langit-pen)”. Sementara, Imam Ali bin Abi Thalib berkata: “Allah itu ada sebelum adanya tempat, dan sekarang,(setelah menciptakan tempat) Allah tetap seperti semula,yakni  ada tanpa tempat” (lihat kitab al Farq baina al Firaq halaman 333).

Penulis mencoba meneliti ayat al Qur’an yang dikemukakan oleh Muhammad Riyadl, ternyata ayat itu dipotong sedemikian rupa, sehingga tidak sempurna lagi wujud dan maksudnya. Seharusnya ayat tersebut berbunyi, “Dan Dialah Tuhan (yang disembah) di langit dan Tuhan (yang disembah) di bumi, dan Dia-lah yang Maha Bijaksana lagi Maha mengetahui.( al Qur’an surat al Zukhruf 84). Sebagai catatan, kata  ‘yang disembah di dalam kurung’ adalah makna takwil yang dilakukan mufassir ahli sunnah. Sayangnya, secara sengaja beliau memotong ayat itu sampai kepada bunyi “Tuhan di langit saja”, lengkapnya “Dia-lah Tuhan (yang disembah) di langit” dengan menghilangkan sambungan berikutnya dari ayat ini yang lengkapnya ada sambungan,“Dan Tuhan (yang disembah) di bumi.” Dalam kaidah ilmiah, perbuatan menggunting dan memotong dalil agar sesuai selera, dan dapat dipergunakan untuk membela faham sendiri, adalah perbuatan tercela yang pada ujungnya akan merugikan diri sendiri. Bagaimana pun para pembaca yang kritis akan mengetahui juga perbuatan itu setelah meneliti dalil-dalil yang dikemukakan dengan merujuk kepada sumber dalilnya yang asli.

Wallahu a’lam bishowab

Wafatnya Sayyidina Mu'awiyyah RA Dianggap Sebagai Nikmat Oleh Syi'ah

Al-Majlisi dalam kitabnya Zaadul Ma'aad (Muasasat Ilmi) pada hal. 34 memuat pernyataan dedengkot Al-Mufid :

وقال الشيخ المفيد : إن معاوية انتقل انتقل من دار الفناء إلى دار البقاء في الثاني والعشرين من هذا الشهر ويستحب صيام هذا اليوم شكر لله على هذه النعمة
"Dan Syaikh Al-Mufid berkata : Sesungguhnya Mu'awiyyah berpindah dari Daarul Fanaa' menuju kepada Daarul Baqaa' pada hari ke 22 di bulan ini (Rajab). Dan dianjurkan untuk berpuasa di hari ini (hari ke 22) sebagai tanda syukur kepada Allah atas nikmat ini."
Scan Pages

fakta syi'ah
fakta syi'ah

Allaahul Musta'aan... wafatnya Shahabat Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam dianggap oleh Syi'ah sebagai nikmat dari Allah !!

Boleh Berdusta Kepada Imam Makshum

Sebagaimana telah kita ketahui bahwasanya Syi’ah adalah ‘Aqidah yang berdiri di atas zina dengan nama mut’ah dan dusta dengan nama taqiyyah, dan jenis-jenis kebobrokan lainnya. Sampai-sampai berdusta / taqiyyah kepada Imam makshum mereka sendiri tidaklah dianggap dosa.

Hal tersebut sebagaimana disampaikan oleh salah satu dari dedengkot mereka, yaitu As-Sayyid Muhammad Sa’id Al-Hakim dalam fatwanya pada website resminya seperti berikut:

http://www.alhakeem.com/arabic/pages/quesans/listgroup_ques.php?Where=11

fakta syi'ah

Pertanyaan no. 13 : “Apakah boleh berdusta kepada para Imam makshum karena suatu keperluan dharurah taqiyyah dalam bulan Ramadhan dan selain bulan Ramadhan? Dan apabila ia melakukannya (berdusta tersebut) dalam bulan Ramadhan, apakah menjadikan puasanya batal pada hari tersebut? dan apakah wajib atasnya utk mengqadha dan kafarah?”

Jawaban: “Ya, boleh melakukan hal itu (berdusta) bersamaan adanya dharurah dan puasanya tidak batal...”

Maka waspadalah kepada Syi’ah wahai Kaum Muslimin.. Hamba-hamba mut’ah tersebut tidak sungkan-sungkan untuk berdusta kepada para Imam mereka sendiri dengan alasan dharurah, lalu bagaimana halnya kepada kalian yang tidak ada dharurah bagi mereka atas kalian?

Telah kita ketahui bersama pula sebelumnya bahwa kita adalah nawaashib di mata mereka dan mereka menghalalkan segala cara untuk menghancurkan siapa pun yang menyelisihi ‘Aqidah mereka, termasuk dengan dusta. Karena hal itu, Imam Malik rahimahullah melarang kita dari berbicara dengan mereka karena mulut mereka itu sumber dusta, fitnah dan kebusukan lainnya. Maka waspadalah dari taqiyyah mereka yang merupakan 9/10 bagian agama mereka.

Monday, August 12, 2013

Ratib Al-Haddad Dan Keutamaannya

ratib
Ratib Al-Haddad ini diambil dari nama penyusunnya, Yakni Imam Abdullah bin Alawi Al-Haddad, seorang pembaharu Islam (mujaddid) yang terkenal. Dari doa-doa dan zikir-zikir karangan dan susunan beliau, Ratib Al-Haddad lah yang paling terkenal dan masyhur. Ratib yang bergelar Al-Ratib Al-Syahir (Ratib Yang Termasyhur) disusun berdasarkan inspirasi, pada malam Lailatul Qadar 27 Ramadhan 1071 Hijriyah (bersamaan 26 Mei 1661).

Ratib ini disusun atas permintaan salah seorang murid beliau, ‘Amir dari keluarga Bani Sa’d yang tinggal di sebuah kampung di Shibam, Hadhramaut. Tujuan ‘Amir membuat permintaan tersebut untuk mengadakan suatu wirid dan zikir untuk amalan penduduk kampungnya agar mereka dapat mempertahan dan menyelamatkan diri dari ajaran sesat yang sedang melanda Hadhramaut ketika itu.

Pertama kalinya Ratib ini dibaca di kampung ‘Amir sendiri, yakni di kota Shibam setelah mendapat izin dan ijazah daripada Al-Imam Abdullah Al-Haddad sendiri. Selepas itu Ratib dibaca di Masjid Al-Imam Al-Haddad di Al-Hawi, Tarim dalam tahun 1072 Hijriah bersamaan tahun 1661 Masehi. Pada kebiasaannya ratib ini dibaca berjamaah bersama doa dan nafalnya, setelah solat Isya’. Pada bulan Ramadhan dibaca sebelum solat Isya’. Mengikut Imam Al-Haddad di kawasan-kawasan di mana Ratib al-Haddad ini diamalkan, dengan izin Allah kawasan-kawasan tersebut selamat dipertahankan dari pengaruh sesat tersebut.

Ketahuilah bahawa setiap ayat, doa, dan nama Allah yang disebutkan di dalam ratib ini dipetik dari Al-Quran dan hadith Rasulullah S.A.W. Ini berdasarkan sarana Imam Al-Haddad sendiri. Beliau menyusun zikir-zikir yang pendek yang dibaca berulang kali, dan dengan itu memudahkan pembacanya.

Keutamaan Ratib Hadad. (1)

Cerita-cerita yang dikumpulkan mengenai kelebihan RatibAl-Haddad banyak tercatat dalam buku Syarah Ratib Al-Haddad, antaranya: Telah berkata Habib Abu Bakar bin Abdullah Al-Jufri yang bertempat tinggal di Seiwun (Hadhramaut): “Pada suatu masa kami serombongan sedang menuju ke Makkah untuk menunaikan Haji, bahtera kami terkandas tidak dapat meneruskan perjalanannya kerana tidak ada angin yang menolaknya. Maka kami berlabuh di sebuah pantai, lalu kami isikan gerbah-gerbah (tempat isi air terbuat dari kulit) kami dengan air, dan kami pun berangkat berjalan kaki siang dan malam, kerana kami bimbang akan ketinggalan Haji. Di suatu perhentian, kami cuba meminum air dalam gerbah itu dan kami dapati airnya payau dan masin, lalu kami buangkan air itu. Kami duduk tidak tahu apa yang mesti hendak dibuat. Maka saya anjurkan rombongan kami itu untuk membaca Ratib Haddad ini, mudah-mudahan Allah akan memberikan kelapangan dari perkara yang kami hadapi itu. Belum sempat kami habis membacanya, tiba-tiba kami lihat dari kejauhan sekumpulan orang yang sedang menunggang unta menuju ke tempat kami, kami bergembira sekali. Tetapi ketika mereka mendekati kami, kami dapati mereka itu perompak-perompak yang kerap merampas harta-benda orang yang lalu-lalang di situ. Namun rupanya Allah Ta’ala telah melembutkan hati mereka bila mereka dapati kami terkandas di situ, lalu mereka memberi kami minum dan mengajak kami menunggang unta mereka untuk disampaikan kami ke tempat sekumpulan kaum Syarif* tanpa diganggu kami sama sekali, dan dari situ kami pun berangkat lagi menuju ke Haji, syukurlah atas bantuan Alloh SWT karena berkat membaca Ratib ini.

Cerita ini pula diberitakan oleh seorang yang mencintai keturunan Sayyid, katanya: “Sekali peristiwa saya berangkat dari negeri Ahsa’i menuju ke Hufuf. Di perjalanan itu saya terlihat kaum Badwi yang biasanya merampas hak orang yang melintasi perjalanan itu. Saya pun berhenti dan duduk, di mana tempat itu pula saya gariskan tanahnya mengelilingiku dan saya duduk di tengah-tengahnya membaca Ratib ini. Dengan kuasa Alloh mereka telah berlalu di hadapanku seperti orang yang tidak menampakku, sedang aku memandang mereka.” Begitu juga pernah berlaku semacam itu kepada seorang alim yang mulia, namanya Hasan bin Harun ketika dia keluar bersama-sama teman-temannya dari negerinya di sudut Oman menuju ke Hadhramaut. Di perjalanan mereka dibajak oleh gerombolan perompak, maka dia menyuruh orang-orang yang bersama-samanya membaca Ratib ini. Alhamdulillah, gerombolan perompak itu tidak mengapa-apakan siapapun, malah mereka berlalu dengan tidak mengganggu.

Apa yang diberitakan oleh seorang Arif Billah Abdul Wahid bin Subait Az-Zarafi, katanya: Ada seorang penguasa yang ganas yang dikenal dengan nama Tahmas yang juga dikenal dengan nama Nadir Syah. Tahmas ini adalah seorang penguasa ajam yang telah menguasai banyak dari negeri-negeri di sekitarannya. Dia telah menyediakan tentaranya untuk memerangi negeri Aughan. Sultan Aughan yang bernama Sulaiman mengutus orang kepada Imam Habib Abdullah Haddad memberitahunya, bahwa Tahmas sedang menyiapkan tentera untuk menyerangnya. Maka Habib Abdullah Haddad mengirim Ratib ini dan menyuruh Sultan Sulaiman dan rakyatnya membacanya. Sultan Sulaiman pun mengamalkan bacaan Ratib ini dan memerintahkan tenteranya dan sekalian rakyatnya untuk membaca Ratib i ini dengan bertitah: “Kita tidak akan dapat dikuasai Tahmas kerana kita ada benteng yang kuat, iaitu Ratib Haddad ini.” Benarlah apa yang dikatakan Sultan Sulaiman itu, bahwa negerinya terlepas dari penyerangan Tahmas dan terselamat dari angkara penguasa yang ganas itu dengan sebab berkat Ratib Haddad ini.

Saudara penulis Syarah Ratib Al-Haddad ini yang bernama Abdullah bin Ahmad juga pernah mengalami peristiwa yang sama, yaitu ketika dia berangkat dari negeri Syiher menuju ke bandar Syugrah dengan kapal, tiba-tiba angin macet tiada bertiup lagi, lalu kapal itu pun terkandas tidak bergerak lagi. Agak lama kami menunggu namun tidak berhasil juga. Maka saya mengajak rekan-rekan membaca Ratib ini , maka tidak berapa lama datang angin membawa kapal kami ke tujuannya dengan selamat dengan berkah membaca Ratib ini.

Suatu pengalaman lagi dari Sayyid Awadh Barakat Asy-Syathiri Ba’alawi ketika dia belayar dengan kapal, lalu kapal itu telah tersesat jalan sehingga membawanya terkandas di pinggir sebuah batu karang. Ketika itu angin juga macet tidak dapat menggerakkan kapal itu keluar dari bahayanya. Kami sekalian merasa bimbang, lalu kami membaca Ratib ini dengan niat Alloh akan menyelamatkan kami. Maka dengan kuasa Alloh SWT datanglah angin dan menarik kami keluar dari tempat itu menuju ke tempat tujuan kami. Maka kerana itu saya amalkan membaca Ratib ini. Pada suatu malam saya tertidur sebelum membacanya, lalu saya bermimpi Habib Abdullah Haddad datang mengingatkanku supaya membaca Ratib ini, dan saya pun tersadar dari tidur dan terus membaca Ratib Haddad itu.

Di antaranya lagi apa yang diceritakan oleh Syeikh Allamah Sufi murid Ahmad Asy-Syajjar, iaitu Muhammad bin Rumi Al-Hijazi, dia berkata: “Saya bermimpi seolah-olah saya berada di hadapan Habib Abdullah Haddad, penyusun Ratib ini. Tiba-tiba datang seorang lelaki memohon sesuatu daripada Habib Abdullah Haddad, maka dia telah memberiku semacam rantai dan sayapun memberikannya kepada orang itu. Pada hari besoknya, datang kepadaku seorang lelaki dan meminta daripadaku ijazah (kebenaran guru) untuk membaca Ratib Haddad ini, sebagaimana yang diijazahkan kepadaku oleh guruku Ahmad Asy-Syajjar. Aku pun memberitahu orang itu tentang mimpiku semalam, yakni ketika saya berada di majlis Habib Abdullah Haddad, lalu ada seorang yang datang kepadanya. Kalau begitu, kataku, engkaulah orang itu.” Dari kebiasaan Syeikh Al-Hijazi ini, dia selalu membaca Ratib Haddad ketika saat ketakutan baik di siang hari mahupun malamnya, dan memang jika dapat dibaca pada kedua-dua masa itulah yang paling utama, sebagaimana yang dipesan oleh penyusun Ratib ini sendiri. Ada seorang dari kota Quds (Syam) sesudah dihayatinya sendiri tentang banyak kelebihan membaca Ratib ini, dia lalu membuat suatu ruang di sudut rumahnya yang dinamakan Tempat Baca Ratib, di mana dikumpulkan orang untuk mengamalkan bacaan Ratib ini di situ pada waktu siang dan malam.

Di antaranya lagi, apa yang diberitakan oleh Sayyid Ali bin Hassan, penduduk Mirbath, katanya: “Sekali peristiwa aku tertidur sebelum aku membaca Ratib, aku lalu bermimpi datang kepadaku seorang Malaikat mengatakan kepadaku: “Setiap malam kami para Malaikat berkhidmat buatmu begini dan begitu dari bermacam-macam kebaikan, tetapi pada malam ini kami tidak membuat apa-apa pun karena engkau tidak membaca Ratib. Aku terus terjaga dari tidur lalu membaca Ratib Haddad itu dengan serta-merta.

Setengah kaum Sayyid bercerita tentang pengalamannya: “Jika aku tertidur ketika aku membaca Ratib sebelum aku menghabiskan bacaannya, aku bermimpi melihat berbagai-bagai hal yang mengherankan, tetapi jika sudah menghabiskan bacaannya, tidak bermimpi apa-apa pun.”

Di antara yang diberitakan lagi, bahawa seorang pecinta kaum Sayyid, Muhammad bin Ibrahim bin Muhammad Mughairiban yang tinggal di negeri Shai’ar, dia bercerita: “Dari adat kebiasaan Sidi Habib Zainul Abidin bin Ali bin Sidi Abdullah Haddad yang selalu aku berkhidmat kepadanya tidak pernah sekalipun meninggalkan bacaan Ratib ini. Tiba-tiba suatu malam kami tertidur pada awal waktu Isya', kami tidak membaca Ratib dan tidak bersembahyang Isya', semua orang termasuk Sidi Habib Zainul Abidin. Kami tidak sedarkan diri melainkan di waktu pagi, di mana kami dapati sebagian rumah kami terbakar.

Kini tahulah kami bahwa semua itu berlaku karena tidak membaca Ratib ini. Sebab itu kemudian kami tidak pernah meninggalkan bacaannya lagi, dan apabila sudah membacanya kami merasa tenteram, tiada sesuatupun yang akan membahayakan kami, dan kami tidak bimbang lagi terhadap rumah kami, meskipun ia terbuat dari dedaunan korma, dan bila kami tidak membacanya, hati kami tidak tenteram dan selalu kebimbangan.”

Berkata Habib Alwi bin Ahmad, penulis Syarah Ratib Al-Haddad: “Siapa yang melarang orang membaca Ratib ini dan juga wirid-wirid para salihin, niscaya dia akan ditimpa bencana yang berat daripada Allah Ta’ala, dan hal ini pernah berlaku dan bukan omong-omong kosong.” Berkata Sidi Habib Muhammad bin Zain bin Semait Ba’alawi di dalam kitabnya Ghayatul Qasd Wal Murad: Telah berkata Saiyidina Habib Abdullah Haddad: “Siapa yang menentang atau membangkang orang yang membaca Ratib kami ini dengan secara terang-terangan atau disembunyikan pembangkangannya itu akan mendapat bencana seperti yang ditimpa ke atas orang-orang yang membelakangi zikir dan wirid atau yang lalai hati mereka dari berzikir kepada Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman: “Dan barangsiapa yang berpaling dari mengingatiKu, maka baginya akan ditakdirkan hidup yang sempit.” ( Thaha: 124 ) Allah berfirman lagi: “Dan barangsiapa yang berpaling dari mengingati Tuhan Pemurah, Kami balakan baginya syaitan yang diambilnya menjadi teman.”

( Az-Zukhruf: 36 ) Allah berfirman lagi: “Dan barangsiapa yang berpaling dari mengingat Tuhannya, Kami akan menurukannya kepada siksa yang menyesakkan nafas.” ( Al-Jin: 17)

(1) Dipetik dari: Syarah Ratib Haddad: Analisa Dan Komentar - karangan Syed Ahmad Semait, terbitan Pustaka Nasional Pte. Ltd.

الراتب الشهير

للحبيب عبد الله بن علوي الحداد

Ratib Al Haddad

Moga-moga Allah merahmatinya [Rahimahu Allahu Ta’ala]

يقول القارئ: الفَاتِحَة إِلَى حَضْرَةِ سَيِّدِنَا وَشَفِيعِنَا وَنَبِيِّنَا وَمَوْلانَا مُحَمَّد صلى الله عليه وسلم - الفاتحة-

1. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. اَلرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ. ماَلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ إِيِّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ. اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ. صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّآلِّيْنَ. آمِيْنِ

2. اَللهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ لَهُ مَا فِي السَّموَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ مَنْ ذَا الَّذِيْ يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيْهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلاَ يُحِيْطُوْنَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَآءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ وَلاَ يَؤُدُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ العَلِيُّ العَظِيْمُ.

3. آمَنَ الرَّسُوْلُ بِمَآ أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّه وَالْمُؤْمِنُوْنَ كُلٌّ آمَنَ بِاللهِ وَمَلآئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْناَ وَأَطَعْناَ غُفْراَنَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيْرُ.

4. لاََ يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَآ إِنْ نَسِيْنَآ أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنآ أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْناَ عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.

5 لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِي وَيُمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ. (X3)”

6. سٌبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اْللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ. (X3)

7.سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحاَنَ اللهِ الْعَظِيْمِ. (X3)

8. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ. (X3)

9.اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ. ( X3)

10. أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّآمَّاتِ مِنْ شَرِّمَا خَلَقَ. (X3)

11. بِسْـمِ اللهِ الَّذِي لاَ يَضُـرُّ مَعَ اسْـمِهِ شَيْءٌ فِي الأَرْضِ وَلاَ فِي الْسَّمَـآءِ وَهُوَ الْسَّمِيْـعُ الْعَلِيْـمُ. (X3)

12. رَضِيْنَـا بِاللهِ رَبًّا وَبِالإِسْـلاَمِ دِيْنـًا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيّـًا. (X3)

13. بِسْمِ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَالْخَيْرُ وَالشَّـرُّ بِمَشِيْئَـةِ اللهِ. (X3)

14. آمَنَّا بِاللهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ تُبْناَ إِلَى اللهِ باَطِناً وَظَاهِرًا. (X3)

15. يَا رَبَّنَا وَاعْفُ عَنَّا وَامْحُ الَّذِيْ كَانَ مِنَّا. (X3)

16. ياَ ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْراَمِ أَمِتْناَ عَلَى دِيْنِ الإِسْلاَمِ. (X7)

17. ياَ قَوِيُّ ياَ مَتِيْـنُ إَكْفِ شَرَّ الظَّالِمِيْـنَ. (X3)

18. أَصْلَحَ اللهُ أُمُوْرَ الْمُسْلِمِيْنَ صَرَفَ اللهُ شَرَّ الْمُؤْذِيْنَ. (X3)

19. يـَا عَلِيُّ يـَا كَبِيْرُ يـَا عَلِيْمُ يـَا قَدِيْرُ

يـَا سَمِيعُ يـَا بَصِيْرُ يـَا لَطِيْفُ يـَا خَبِيْرُ. (X3)

20. ياَ فَارِجَ الهَمِّ يَا كَاشِفَ الغَّمِّ يَا مَنْ لِعَبْدِهِ يَغْفِرُ وَيَرْحَمُ. (X3)

21. أَسْتَغْفِرُ اللهَ رَبَّ الْبَرَايَا أَسْتَغْفِرُ اللهَ مِنَ الْخَطَاياَ.(X4)

22. لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ. (X50)

23. مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ وَشَرَّفَ وَكَرَّمَ وَمَجَّدَ وَعَظَّمَ وَرَضِيَ اللهُ تَعاَلَى عَنْ آلِ وَأَصْحَابِ رَسُوْلِ اللهِ أَجْمَعِيْنَ، وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِ التَّابِعِيْنَ بِإِحْسَانٍ مِنْ يَوْمِنَا هَذَا إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَعَلَيْناَ مَعَهُمْ وَفِيْهِمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.

24. بِسْم اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ.

قُلْ هُوَ اللهُ أَحَـدٌ. اَللهُ الصَّمَـدُ. لَمْ يَلِـدْ وَلَمْ يٌوْلَـدْ. وَلَمْ يَكُـنْ لَهُ كُفُـوًا أَحَـدٌ. (3X3)

25. بِسْم اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ، مِنْ شَرِّ ماَ خَلَقَ، وَمِنْ شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ، وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ، وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَد

26. بِسْم اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِ، مَلِكِ النَّاسِ، إِلَهِ النَّاسِ، مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ، اَلَّذِيْ يُوَسْوِسُ فِي صُدُوْرِ النَّاسِ، مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ.

27. اَلْفَاتِحَةَ

إِلَى رُوحِ سَيِّدِنَا الْفَقِيْهِ الْمُقَدَّمِ مُحَمَّد بِن عَلِيّ باَ عَلَوِي وَأُصُولِهِمْ وَفُرُوعِهِمْ وَكفَّةِ سَادَاتِنَا آلِ أَبِي عَلَوِي أَنَّ اللهَ يُعْلِي دَرَجَاتِهِمْ فِي الْجَنَّةِ وَيَنْفَعُنَا بِهِمْ وَبِأَسْرَارِهِمْ وَأَنْوَارِ هِمْ فِي الدِّيْنِ وَالدُّنْياَ وَالآخِرَةِ.

28. اَلْفَاتِحَةَ

إِلَى أَرْوَاحِ ساَدَاتِنَا الصُّوْفِيَّةِ أَيْنَمَا كَانُوا فِي مَشَارِقِ الأَرْضِ وَمَغَارِبِهَا وَحَلَّتْ أَرْوَاحُهُمْ - أَنَّ اللهَ يُعْلِي دَرَجَاتِهِمْ فِي الْجَنَّةِ وَيَنْفَعُنَا بِهِمْ وَبِعُلُومِهِمْ وَبِأَسْرَارِهِمْ وَأَنْوَارِ هِمْ، وَيُلْحِقُنَا بِهِمْ فِي خَيْرٍ وَعَافِيَةٍ.

29. اَلْفَاتِحَةَ

إِلَى رُوْحِ صاَحِبِ الرَّاتِبِ قُطْبِ الإِرْشَادِ وَغَوْثِ الْعِبَادِ وَالْبِلاَدِ الْحَبِيْبِ عَبْدِ اللهِ بِنْ عَلَوِي الْحَدَّاد وَأُصُوْلِهِ وَفُرُوْعِهِ أَنَّ اللهَ يُعْلِي دَرَجَاتِهِمْ فِي الْجَنَّة وَيَنْفَعُنَا بِهِمْ وَأَسْرَارِهِمْ وَأَنْوَارِهِمْ بَرَكَاتِهِمْ فِي الدِّيْنِ وَالدُّنْياَ وَالآخِرَةِ.

30. اَلْفَاتِحَة

إِلَى كَافَّةِ عِبَادِ اللهِ الصّالِحِينَ وَالْوَالِدِيْنِ وَجَمِيْعِ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ أَنْ اللهَ يَغْفِرُ لَهُمْ وَيَرْحَمُهُمْ وَيَنْفَعُنَا بَأَسْرَارِهِمْ وبَرَكَاتِهِمْ

31. (ويدعو القارئ):

اَلْحَمْدُ اللهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ حَمْدًا يُوَافِي نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَه، اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وأَهْلِ بَيْتِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ بِحَقِّ الْفَتِحَةِ الْمُعَظَّمَةِ وَالسَّبْعِ الْمَثَانِيْ أَنْ تَفْتَحْ لَنَا بِكُلِّ خَيْر، وَأَنْ تَتَفَضَّلَ عَلَيْنَا بِكُلِّ خَيْر، وَأَنْ تَجْعَلْنَا مِنْ أَهْلِ الْخَيْر، وَأَنْ تُعَامِلُنَا يَا مَوْلاَنَا مُعَامَلَتَكَ لأَهْلِ الْخَيْر، وَأَنْ تَحْفَظَنَا فِي أَدْيَانِنَا وَأَنْفُسِنَا وَأَوْلاَدِنَا وَأَصْحَابِنَا وَأَحْبَابِنَا مِنْ كُلِّ مِحْنَةٍ وَبُؤْسٍ وَضِيْر إِنَّكَ وَلِيٌّ كُلِّ خَيْر وَمُتَفَضَّلٌ بِكُلِّ خَيْر وَمُعْطٍ لِكُلِّ خَيْر يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْن.

32. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْـأَلُكَ رِضَـاكَ وَالْجَنَّـةَ وَنَـعُوْذُ بِكَ مِنْ سَـخَطِكَ وَالنَّـارِ. (X3)
 
Top